Nilai, Etika, dan Bisnis Berkelanjutan*

Once I was smart, I wanted to change the world. Now that I’m wise, I want to change myself. – Maulana Rumi.

Kutipan Maulana Rumi ini menggarisbawahi perubahan paradigma: kebijaksanaan sejati menuntut refleksi dan perbaikan diri sebelum berupaya mengubah dunia. Dalam konteks nilai khalifah fil-ardh, manusia dipandang sebagai wakil Tuhan di muka Bumi dengan tugas menjaga dan memakmurkan alam. Oleh karena itu, implikasinya dalam dunia bisnis berkelanjutan adalah bahwa perusahaan perlu menginternalisasi tanggung jawab dan etika lingkungan dalam diri mereka terlebih dahulu. Dengan kata lain, transformasi diri (perusahaan) – yang merefleksikan nilai-nilai khalifah – menjadi prasyarat perubahan positif pada tata kelola bisnis dan dampak sosial-lingkungannya.

Advertisements

Krisis ekologis yang semakin memburuk, ketimpangan sosial global, serta tekanan terhadap sumber daya alam yang kian menipis, membuat paradigma bisnis konvensional yang berfokus semata pada akumulasi laba jangka pendek semakin dipertanyakan validitas moral dan keberlanjutannya. Dunia bisnis tidak lagi cukup hanya menambahkan elemen tanggung jawab sosial sebagai ornamen kosmetik; melainkan, perlu menanamkan keberlanjutan sebagai nilai ontologis yang tertanam dalam struktur dan proses bisnis itu sendiri.

Konsep Business-Sustainability Embeddedness (BSE) menjawab tantangan ini dengan menawarkan pendekatan holistik yang tidak hanya menekankan apa yang dilakukan bisnis untuk keberlanjutan, tetapi apa itu bisnis dalam kerangka keberlanjutan.

Valente (2015) menunjukkan bahwa organisasi yang benar-benar mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan mampu menciptakan nilai ekonomi, sosial, dan ekologis secara simultan melalui kapabilitas kolektif lintas pemangku kepentingan. Pergeseran wacana dari “haruskah kita mengintegrasikan keberlanjutan?” menuju “bagaimana menjadikannya prinsip operasional utama?” (Le Roux dan Pretorius 2016) menandakan transformasi epistemik dalam dunia manajemen.

Artikel ini bertujuan mengembangkan kerangka konseptual BSE melalui pendekatan ontologis, epistemologis, dan aksiologis, serta mengeksplorasi dimensi inovasi dan kritik terhadap pendekatan dominan business of sustainability dan business sustainability yang dinilai belum memadai secara filosofis.

Ontologi sebagai kajian tentang apa yang ada dalam realitas, menjadi fondasi filosofis untuk mendefinisikan ulang eksistensi bisnis dalam kerangka keberlanjutan. Jika dalam paradigma klasik bisnis diartikan sebagai entitas ekonomis yang mengorganisasi modal dan tenaga kerja untuk memaksimalkan keuntungan finansial (Dyllick dan Muff 2016), maka dalam pendekatan BSE, bisnis dipahami sebagai entitas moral dan ekologis yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem sosial dan  biosfer.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan