Ngaji Literasi Dunia Santri

825 kali dibaca

Ngaji dalam falsafah Jawa berasal dari kata aji yang mendapat imbuhan ng-, bermakna proses untuk mendapatkan kehormatan. Atau, jika meminjam satiran Ki Hajar Dewantara dalam artian pendidikan, “sebagai jalan memerdekakan manusia”.

Ngaji dalam artian bahasa Indonesia dapat dipahami sebagai menuntut ilmu, yaitu sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap manusia. Mengutip perkataan Imam Syafi’i dalam kitab Al-Majmu karangan Imam An Nawawi, disebutkan bahwa,  “Tidak ada ibadah yang lebih utama setelah salat wajib selain menuntut ilmu”.

Advertisements

Dalam konsep menuntut ilmu, literasi adalah hal dasar untuk dipahami. Romdhoni (2013) mengartikan literasi sebagai keterampilan untuk mendukung kegiatan yang berkenaan dengan penyampaian sesuatu.

Literasi di zaman digital menjadi sangat penting dilakukan, mengingat kebutuhan akan informasi yang terus meningkat. Untuk menghadapi kenyataan tersebut, filter dari setiap individu menjadi penting dilakukan. Hal ini untuk mencegah konsumsi berita hoaks dan propaganda yang dilakukan oleh pihak tertentu.

Memperhatikan sebab tersebut, ngaji literasi menjadi hal darurat yang harus dilakukan di zaman digital. Ngaji literasi akan menjabarkan perkembangan informasi dari masa ke masa. Dimulai dari bagaimana menyampaikan informasi secara benar, hingga melacak alur dari informasi tersebut menggunakan perkembangan metode yang ada. Meminjam konsepsi dalam pondok pesantren, kegiatan ngaji menjadi rutinitas yang setiap hari harus dilakukan. Maka konsepsi ngaji literasi dapat diadaptasikan dari konsep tersebut untuk memperoleh kemanfaatan secara maksimal.

Mewadahi konsep ngaji literasi, diperlukan suatu gerakan global untuk memanajemen seluruh unsur yang diperlukan. Gerakan literasi akan menampung seluruh elemen, baik pelaku (mahasiswa, guru, akademisi, warga), lembaga, dan media untuk sama-sama bergerak di bidang yang sama. Maka diperlukan kerja sama yang berkesinambungan antarsemua pihak untuk bersama-sama mewujudkan visi besar di dalamnya.

Memorial tiga tahun duniasantri adalah wujud komitmen dari gerakan literasi untuk bersama-sama mendorong moderasi keislaman melalui dunia literasi. Komitmen tersebut diwujudkan dengan menyampaikan gagasan melalui tulisan.

Dengan ikhtiar ini, duniasantri menyatukan semua elemen baik pelaku, lembaga, dan media untuk mewujudkan keislaman yang penuh kerukunan dan perdamaian. Termasuk bahasan di dalamnya adalah seputar dunia pesantren, metode pembelajaran, keislaman, dakwah, dan hal-hal lain yang mempunyai kesinambungan antara Islam dan zaman.

Fokus kajian tersebut, selain untuk menambah khazanah keilmuan masyarakat, juga dimaksudkan sebagai lawan tanding atas narasi keislaman yang diaplikasikan dalam bentuk kekerasan. Bentuk agama yang menjadi hal suci, sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk meraih keuntungan dengan bermacam-macam propaganda. Oleh karena itu, kehadiran media keislaman seperti duniasantri dapat dijadikan usaha untuk memerangi kemungkaran.

Tentunya, komitmen yang dibangun oleh duniasantri menjadi hal yang positif, yang dapat menginspirasi lembaga-lembaga serupa untuk mengembangkan dan memajukan khazanah keislaman. Apabila kehadiran media-media Islam toleran semakin banyak, dapat diartikan arus keislaman menjadi semakin baik. Selain itu, dengan menyebarkan khazanah Islam toleran, berarti telah memperjuangkan perjuangan ulama-ulama terdahulu.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan