Tahun Baru Islam kali ini jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025 (1 Muharram 1447 H). Hendaknya Tahun Baru ini dijadikan momentum bagi kita untuk muhasabah diri.
Muhasabah artinya menghitung-hitung diri apakah setahun yang lalu kita telah banyak berbuat baik atau sebaliknya. Apakah kita lebih banyak baca Al-Qur’an atau bahkan lebih condong pada media sosial. Apakah di tahun 1446 H kita lebih banyak zikir atau malah lebih sering ghibah (membicarakan kejelekan orang lain).

Introspeksi terhadap diri sendiri merupakan bagian dari moralitas sejarah. Karena dengan demikian kita bisa mengambil ibroh (contoh) kebaikan untuk terus dipertahankan. Atau, sebaliknya, kejelekan yang kita perbuat harus dijadikan pijakan agar tidak kembali dipertontonkan. Tobat dari dosa adalah sebaik-baiknya seorang hamba.
Jika pergantian tahun Masehi jatuh pada jam 00.00, maka tahun hijriyah jatuh pada saat Matahari terbenam. Itulah sebabnya tahun Masehi disebut juga syamsiyah (peredaran Matahari), sedangkan Hijriyah disebut qamariyah (peredaran bulan). Tahun Hijriyah pertama kali diusulkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, sebagai penanda hijrahnya Nabi SAW dari Makkah ke Madinah.
Makna Hijrah
Hijrah memiliki dua makna. Pertama, hijrah secara lahiriyah, yaitu perpindahan tempat dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Sedangkan, alasan hijrah ini tergantung kepada diri masing-masing. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Mislim.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sedangkan, hijrahnya Nabi SAW adalah agar selamat dari kejahatan orang-orang kafir di Makkah. Berdasarkan wahyu, kemudian Rasulullah SAW melakukan perjalanan ilahiyah dari Makkah ke Madinah.
Kedua, adalah hijrah batiniyah. Artinya perpindahan kebaikan dari keburukan yang sifatnya batin. Tidak perlu berpindah tempat, namun cukup perasaan saja yang merasakan bahwa hati atau batin kita lebih bahagia dari sebelumnya. Kebaikan diri dalam ibadah lebih baik dari sebelumnya, misalnya, itu juga bagian dari hijrah batiniyah.
Perintah hijrah ke Madinah disampaikan Allah SWT melalui surah Al-Baqarah ayat 218:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٢١٨
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman serta orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Momentum Muhasabah
Di atas telah disinggung bahwa Tahun Baru Hijriyah 1447 H dijadikan kesempatan untuk introspeksi diri. Karena dengan cara menilai diri sendiri kita dapat mengetahui apa yang telah kita lakukan di satu tahun yang telah lalu. Kemudian kita harus berpikir logis, bahwa kebaikan harus kita tingkatkan dan keburukan mesti kita perbaiki.
Allah Swt memberikan pelajaran kepada kita di tahun baru Hijriyah ini dengan bermuhasabah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُون
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memper -hatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS : Al- Hasyr : 18)
Allah SWT menekankan untuk mencapai kebahagiaan hari esok, akhirat. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa hari esok adalah tahun ini (1447 H) agar lebih baik dari tahun kemarin (1446 H). Sehingga kebahagiaan lahir batin senyampang kita hidup di dunia dapat kita raih.
Akan pentingnya muhasabah ini, Umar bin Khattab pernah bertutur:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا وَتَزَيَّنُوْا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِى الدُّنْيَا
“Hisablah diri (introspeksi) kalian sebelum kalian dihisab ( Allah Swt di akhirat) dan berhias dirilah kalian untuk menghadapi perhitungan yang lebih besar (hisab). Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di alam dunia.”
Ali bin Abi Thalib ra juga pernah berkata :
الآن عمل ولا حساب وغدا حساب ولا عمل
“Saat ini ( di alam dunia) tempat kita berbuat (baik atau jahat) tidak ada hisab (pertanggung jawaban kepada Allah di dunia). Dan besok (di alam akhirat) adalah tempat Allah menghisab kita untuk kita mempertanggungjawabkan ( apa yg kita perbuat di alam dunia) dan tidak amal beribadah di hari kiamat ( untuk membela diri kita dari siksa Allah ).”
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda siapa orang yang cerdas itu?
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ
“Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT ( untuk masuk surga).”
Itulah catatan kecil terkait dengan Tahun Baru Hijriyah kali ini. Semoga kita semua (di tahun 1447 H) mampu menjalani kehidupan jauh lebih baik dari tahun sebelumnya. Karena kita hidup di dunia ini hanya sebuah jembatan (persinggahan) untuk kehidupan yang kekal di akhirat nanti. Kita terus berharap (doa) kebaikan dan perlindungan dari Allah SWT. Wallahu A’lam!