Mereka yang Mendukung Monolog ”Negeri Sarung”

919 kali dibaca

Sudah sepekan pertunjukan Monolog”Negeri Sarung” berlalu. Pertunjukan yang menjadi puncak rangkaian acara perayaan hari jadi ketiga jejaring duniasantri itu tergolong spektakuler dan bisa memiliki gema yang luar biasa semata-mata karena membanjirnya dukungan dari banyak tokoh dan kalangan. Banyak cerita unik bagaimana dukungan itu diberikan. Catatan ini sebagian kecil darinya.

Jika pada tulisan sebelumnya saya menceritakan pernak-pernik “sebelum dan setelah” pertunjukan monolog itu, kali ini saya mengisahkan sebagian tentang bagaimana cara kami memperoleh dukungan dari banyak tokoh dan kalangan.

Advertisements

Yang pertama adalah dukungan dari KH Said Aqil Siradj dan Wakil Ketua DPR RI RachmadGobel. Kami bertemu keduanya di tempat yang sama, dan “protokoler” yang mengaturnya tak lain adalah Halim Pohan. Tanpa sepengetahuan Pak Halim, di lingkaran sangat terbatas, kami menyebut anggota Dewan Pembina jejaring duniasantri ini sebagai “orang besar”. Orang yang bertugas mengatur relasi pengurus jejaring duniasantri dengan tokoh-tokoh besar dalam perhelatan ini.

Pada Selasa malam, 16 Agustus 2022, Kang Zastrouw dan saya bersilaturrahmi ke ndalem Kiai Said Aqil di Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan. Tentu saja, Pak Halim sudah lebih dulu di sana. Kiai Said menyambut kami di kursi panjang, di ruang tamu. Usai bersalaman dan mencium tangannya, saya melirik Kang Zastrouw meraih sarung yang dikenakan Kiai Said dan menciumnya. Saya harus menahan senyum karena tahu salah satu maksudnya: minta izin meminjam sarung Kiai Said untuk dipamerkan sebagai sarung memorabilia bersama lukisannya.

Silaturrahmi kami membuahkan hasil. Di sela obrolan yang panjang malam itu, Kiai Said memberikan restu dan dukungan penuh, dan bersedia hadir pada 27 Agustus 2022, termasuk memberikan testimoni. Kiai Said juga bersedia menyiapkan sarungnya untuk dipamerkan. “Yang baru atau sudah dipakai?” tanya Kiai Said. Kami menjawab, sarung yang biasa dikenakan. Sarung itu akhirnya dikirimkan utusannya di tempat pameran tepat waktu.

Hanya beberapa saat sebelumnya, juga di Pesantren Luhur Al-Tsaqafah itu, kami bertemu dengan Pak Rachmad Gobel. Sesungguhnya, pertemuan dengannya sudah diatur Pak Halim jauh-jauh hari sebelumnya. Bahkan, pada 9 Agustus 2022, kami sudah dijadwalkan diterima Pak Gobel di ruang kerjanya, di Gedung DPR RI. Sayangnya, hari itu Kang Zastrouw masih berada di Palu dan malah mau terbang ke Solo untuk menghadiri festival tembakau di Boyolali yang memang sudah lama diagendakan.

Beberapa cara dicoba lakukan agar Kang Zastrouw bisa transit di Jakarta dan mampir dulu ke Gedung DPR RI, namum gagal. Akhirnya silaturahmi dengan Pak Rachmad Gobel dijadwal ulang. Sejak itu, saya melarang Kang Zastrouw, yang memang suka keliling Indonesia untuk berdakwah, pergi keluar kota.

Ketika ada informasi bahwa pada 16 Agustus 2022 Pak Rachmad Gobel akan bersilaturahmi ke ndalem Kiai Said, Pak Halim langsung bertindak sebagai “protokoler” agar sekaligus kami bisa bersilaturahmi di tempat yang sama. Pak Rachmad Gobel mengiyakan. Maka, malam itu Kang Zastrouw dan saya meluncur ke kediaman Kiai Said lebih awal.

Namun, saya mulai gelisah setelah sekian lama menunggu di teras belum juga ada notifikasi dari Pak Halim. “Jangan-jangan Pak Halim lupa menyampaikan agenda kita,” kata Kang Zastrouw seakan membaca kegelisahan saya. Benar saja, kami saling menoleh ketika sekitar pukul 21.30 WIB mobil dinas Pak Rachmad Gobel dihidupkan dan siap membawanya pergi. “Door stop mas, Pak Halim lupa sepertinya,” kata saya kepada Kang Zastrouw.

Begitu melihat Pak Rachmad Gobel keluar dari ndalem Kiai Said, kami langsung memapaknya di pelataran. Di pelataran itulah akhirnya kami berdiskusi, justru dalam suasana yang cair. Di situ niat silaturahmi kami sampaikan, bahwa kami mengundangnya untuk memberikan pidato kebudayaan. Alasan memilihnya juga kami sampaikan; sudah saatnya santri lebih mengenal dunia industri.

Tanggal itu sesungguhnya Pak Rachmad Gobel tak punya waktu, karena harus terbang ke Banyuwangi, Jawa Timur. Ia bisa menyempatkan hadir, asal jamnya dimajukan. Semula, rangkaian pertunjukan monolog itu akan dimulai pada pukul 14.00. Atas usulan Pak Rachmad Gobel, waktunya kami majukan menjadi jam 11.00. Kami pun akhirnya bersepakat. Dan, hasilnya kita tahu, di pertunjukan monolog itu, Pak Rachmad Gobel akhirnya justru menjadi tokoh yang paling akhir meninggalkan tempat.

***

Cerita lain adalah dukungan dari tokoh-tokoh yang berada jauh di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sekitar awal Agustus 2022, Kang Zastrouw keliling Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk bertemu dengan tokoh-tokoh pesantren. Seperti, Gus Mus, Gus Muwafiq, Gus Baha, Gus Mifta, dan Gus Taj Yasin yang tak lain adalah putra Mbah Moen dan Wakil Gubernur Jawa Tengah.

Kepada tokoh-tokoh tersebut, Kang Zastrouw, selain meminta doa restu, juga hendak meminjam sarung tokoh-tokoh tersebut untuk dipamerkan sebagai sarung memorabilia. Misi Kang Zastrouw berhasil, dan kembali ke Jakarta dengan membawa sarung-sarung yang dimaksud, kecuali sarungnya KH Maimoen Zubair. Sebab, saat itu, sarung Mbah Moen belum di tangan Gus Yasin, melainkan masih di Rembang. Gus Yasin berjanji akan mengirimkan sarung Mbah Moen ke kediaman Kang Zastrouw.

Namun, hingga detik-detik pameran lukisan tokoh dan sarung memorabilia akan dimulai pada 22 Agustus 2022, belum ada kabar soal sarung Mbah Moen. Mungkin, Gus Yasin terlupa karena kesibukannya sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah. Dan, benar saja, ketika Kang Zastrouw kembali menghubunginya, Gus Yakin mengaku lupa. “Oke, saya paketkan sekarang juga,” kata Gus Yasin.

“Wah, kalau dipaketkan bisa telat, Gus,” ujar Kang Zastrouw.

“Ya kalau begitu saya kirim lewat utusan,” sahut Gus Yakin.

Akhirnya, Gus Yasin mengirim seorang utusan dari Semarang ke Depok, Jawa Barat, hanya untuk mengantarkan sarungnya Mbah Moen. Dan kita tahu, berkat “jalan santri” itu, akhirnya lukisan Mbah Moen dan sarungnya ikut dipamerkan. Tak hanya itu, hari itu, Gus Yasin, yang seorang Wakil Gubernur Jawa Tengah, sengaja datang ke kampus Universitas Indonesia di Depok, untuk memberikan dukungannya.

Kehadiran KH Marsudi Syuhud, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang begitu dini di tempat pertunjukan menjadi dukungan tersendiri bagi kami. Membuncahkan optimisme kami di pagi itu. Kiai Marsudi adalah tokoh pertama yang tiba di lokasi. Saya menyambut kedatangannya sekira pukul 9.15 WIB. Kiai Marsudi adalah tokoh pertama yang memasuki instalasi Rumah Sarung, dan berfoto-foto di dalamnya. Kiai Marsudi pula yang berkabar kepada Kiai Said, agar Kiai Said segera menyusulnya. Bagi kami, itu merupakan dukungan tak ternilai.

Begitulah, acara jejaring duniasantri yang berpuncak pada pertunjukan Monolog “Negeri Sarung” pada Sabtu, 27 Agustus 2022 itu akhirnya berjalan sukses dan memiliki gema yang luar biasa, tak lain adalah berkat dukungan begitu banyak orang, begitu banyak kalangan, termasuk dari tokoh-tokoh yang menjadi panutan kaum santri. Hingga kami merasa, semua mencintai duniasantri.

Multi-Page

One Reply to “Mereka yang Mendukung Monolog ”Negeri Sarung””

Tinggalkan Balasan