Menyoal Masjid sebagai Promotor Peradaban

55 views

Sudah ratusan tahun semenjak Islam masuk ke wilayah Nusantara, Indonesia kini mempunyai ratusan ribu masjid yang berdiri di seluruh penjuru negeri. Menukil data dari laman resmi Kementerian Agama (Kemenag), 7 Maret 2024, Indonesia memiliki sebanyak 511.899 masjid dan musala yang berdiri. Perinciannya, 242.823 masjid dan 269.076 musala.

Jumlah tersebut sesuai dengan yang tercatat. Tentu masih banyak lagi masjid dan musala yang belum tercatat. Hal ini merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi umat Islam di Indonesia. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, sejauh mana masjid yang berdiri dengan jumlah yang fantastis itu terhadap kemajuan dan peradaban di Indonesia?

Advertisements

Menurut beberapa sumber, seperti detik.com dan disway.id, Indonesia menempati posisi pertama di dunia dengan jumlah masjid dan musala terbanyak. Posisi ini diikuti oleh India, Bangladesh, kemudian Pakistan.

Jika kita lihat lebih dalam lagi, negara-negara yang jumlah masjidnya terbanyak itu justru masih termasuk ke dalam kategori negara berkembang, tidak masuk ke dalam kategori negara maju. Mengapa ini bisa terjadi? Apakah dengan banyaknya masjid yang berdiri tidak mempengaruhi kemajuan? Hal ini merupakan bahan otokritik bagi umat Islam, terkhusus yang ada di Indonesia. Hal ini sekaligus menandakan adanya suatu masalah masalah yang terjadi.

Masjid seyogianya termasuk ke dalam institusi yang sangat penting bagi umat Islam. Pada zaman Rasulullah Saw, masjid merupakan jantung bagi kehidupan umat Islam. Karena pada saat itu, selain untuk ibadah, Rasulullah banyak berdiskusi dengan para sahabat tentang strategi-strategi berperang ataupun strategi politik di masjid. Masjid saat itu juga biasa dijadikan sebagai madrasah untuk menimba ilmu, tempat kegiatan sosial, sampai dengan tempat pengobatan.

Saking pentingnya masjid, di dalam sebuah hadis diceritakan bahwa ada seorang buta yang meminta keringanan untuk salat di rumah, namun Rasulullah pada akhirnya tetap menyuruh untuk pergi ke masjid:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ

Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu (diriwayatkan) ia berkata: “Seorang buta (tuna netra) pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berujar: Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid. Lalu ia meminta keringanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk shalat di rumah. Ketika sahabat itu berpaling, beliau kembali bertanya: Apakah engkau mendengar panggilan salat (azan)? Laki-laki itu menjawab: Benar. Beliau bersabda: Penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah salat)”. (HR. Muslim no. 1044).

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan