Menyikapi Fenomena Velocity di Kalangan Santri

43 views

Tren membuat video ngedance dengan background musik viral merupakan sesuatu yang tak bisa dilepaskan dari dunia pertiktokan. Setiap hari selalu saja ada gebrakan dan gaya baru yang tak henti-hentinya dipopulerkan oleh warga tiktok dan aplikasi media sosial lainnya. Sudah tak terhitung berapa banyak koreografi yang dibuat oleh para netizen.

Dalam setahun bisa belasan tren baru yang bertebaran di berbagai platform social media. Tren-tren itu bisa dengan mudahnya kita temukan di fyp atau beranda tiktok kita sehari-hari. Di 2024 kita mengenal ada “dance gak pake lama”, “dance munaroh”, “dance warga +62”, dan lain-lain. Sampai sekarang yang terbaru ada velocity dan stecu yang semakin digandrungi oleh para warga net.

Advertisements

Kian hari peminat tren ini kian bertambah. Di kalangan muda, peminat velocity tak hanya berasal dari anak sekolahan biasa, tapi juga berasal dari kalangan anak-anak pesantren alias santru. Dari titik inilah beberapa kalangan mulai mempermasalahkan perihal pantas atau tidaknya para santri yang notabene dididik untuk menjaga adab dan mengedepankan akhlak al-karimah, ikut-ikutan mengikuti tren menari ala-ala tiktok seperti velocity dan semacamnya.

Velocity dari Kacamata Fikih

Sebelum berbicara soal pantas atau tidak pantas, kita harus tahu perihal hukum menari itu sendiri. Dalam arti boleh atau tidak kita melakukannya menurut kaca mata fikih.

Ada sebuah hadis yang menceritakan tenteng respons Rasulullah SAW ketika melihat beberapa orang menari di hadapannya. Berikut bunyi hadis tersebut:

عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَال: كَانَتِ الْحَبَشَةُ يَزْفِنُونَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُول اللَّهِ ﷺ وَيَرْقُصُونَ، يَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ. فَقَال رَسُول اللَّهِ ﷺ: مَا يَقُولُونَ؟ قَالُوا: يَقُولُونَ: مُحَمَّدٌ عَبْدٌ صَالِحٌ         .

Artinya: Di riwayatkan dari Anas ra. Beliau berkata: Ada orang-orang Habasyah menari dan melompat-lompat di hadapan rasulullah SAW. Mereka berkata: “Muhammad adalah hamba yang saleh.”  Kemudian Rasulullah bertanya: Apa yang mereka katakan? Para sahabat menjawab: “Muhammad hamba yang saleh.”

Hadis tersebut merupakan hadis taqriri yang menjadi dalil kebolehan menari atau ngedance. Karena nabi ialah seseorang yang seluruh kehidupannya dijaga oleh Allah dari melakukan keburukan, jikalau menari merupakan hal yang dilarang, tentulah nabi tidak akan tinggal diam melihat kemungkaran dilakukan di depannya. Tiadanya respons negatif dari nabi merupakan bukti dan dalil bahwa beliau mengakui alias memperbolehkannya.

Namun begitu, para ulama masih berselisih mengenai kebolehan menari. Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan Imam al-Qaffal dari Syafi’iyah memakruhkan hukum menari. Alasannya, menari merupakan sesuatu yang hina, rendahan, dan tidak berguna. Mereka juga beralasan bahwa menari merupakan hal yang bisa menurunkan muruah atau wibawa seseorang.

Sementara itu, kalangan Syafi’iyah lainnya selain Imam al-Qaffal memperbolahkan menari dengan berlandaskan hadis tersebut. Syafi’iyah juga beralasan bahwa menari hanyalah gerakan-gerakan tubuh yang dilakukan dengan mengunakan tempo dan ritme tertentu sebagaimana gerakan tubuh pada biasanya. Jadi boleh-boleh saja dilakukan.

Kendati berselisih pendapat, mereka sepakat bahwa jika tarian tersebut memiliki unsur yang diharamkan, seperti membuka aurat atau melakukan gerakan yang dapat menimbulkan syahwat, maka hukumnya tetap haram.

Bukan Soal Pantas Tak Pantas

Jadi pantaskah seorang santri ber-velocity? Sulit untuk menjawabnya, karena kata “pantas” sendiri sangat relatif dan subjektif. Hal yang menurut kita tidak patut atau tidak pantas dilakukan, bisa saja dianggap biasa-biasa saja di mata orang lain. Namun begitu, ada dua hal penting yang dapat penulis sampaikan selepas melihat fenomena merebaknya velocity ini.

Pertama, fenomena ini menunjukan bahwa para santri masih rentan dan mudah terbawa arus media sosial. Ini perlu diwanti-wanti sekaligus dijadikan bahan kekhawatiran. Jangan sampai para santri menjadi orang-orang yang latah, fomo, atau hanya suka ikut-ikutan.

Sebenarnya tidak ada masalah selama tren yang diikuti bukan sesuatu yang buruk. Namun, siapa yang bisa menjamin bahwa tren yang ada di media sosial akan selalu baik? Semua hal bisa terjadi di media sosial, dan jika budaya fomo atau ikut-ikutan ini terus berlangsung tanpa adanya filterasi mana konten yang baik mana yang buruk untuk diikuti, tentu ini tidak bisa terus dibiarkan.

Kedua, sering ikut-ikutan tren media sosial dapat menandakan seseorang telah kehilangan sikap kritis. Orang yang mempunyai sikap kritis biasanya akan lebih bijak dalam menanggapi berbagai hal. Sikap kritis juga bisa membuat seseorang mau memilah dan memilih mana hal yang layak diikuti mana yang tidak.

Merebaknya velocity dikalangan para santri memberikan indikasi pada kita akan minimnya perhatian para santri untuk memilah dan memilih konten. Hal ini juga menandakan berkurangnya sikap kritis santri terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar mereka.

Kiranya perlu diklarifikasi bahwa tulisan ini bukan untuk melarang para santri ikutan bikin velocity. Toh, di atas juga sudah dijelaskan bahwa boleh-boleh saja kita berjoget-joget asalkan tetap menjaga norma-norma syariat. Tulisan ini hanya ingin mengajak para santri untuk bisa lebih bijak dalam bermedia sosial. Jangan sampai tren video velocity ini atau bahkan berbagai tren tiktok lainnya menjadi pintu gerbang masuknya budaya ikut-ikutan, fomo, atau latah di kalangan muda-mudi pesantren.

Santri seharusnya memiliki integritas dan nilai-nilai tersendiri yang dapat menjadi pedoman di setiap lini aktivitas mereka tanpa berkiblat pada standar-standar buruk yang ada di media sosial. Pedoman dimaksud tentulah merupakan nilai-nilai spiritual yang selalu disampaikan oleh para guru dan masyaikh kita di pesantren seperti sopan-santun, menjaga adab, berakhlakul karimah, kritis, moderat, wa nahwiha.

Sudah saatnya para santri berhenti hanya menjadi konsumen video-video viral. Sebaliknya, santri juga harus berkontribusi dengan membuat sekaligus memviralkan tren-tren positif yang berhaluan dakwah. Bukan semata untuk mencari popularitas, tapi juga untuk menggiring masyarakat untuk lebih dekat dengan nilai-nilai agama. Sekian dan semoga bermanfaat.

Sumber ilustrasi: tiktok.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan