Menolak Sistem Negara Demokrasi?

321 kali dibaca

Peran sebuah negara untuk mengatur keamanan demi tercapainya sebuah kedamaian dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat menjadi sangat penting. Lebih-lebih dalam konteks negara bangsa (nation-state) saat ini. Selain itu, hal yang menjadi penting untuk diperhatikan pula adalah berkenaan dengan instrumen negara dalam membagun peradaban. Hal ini menjadi amat penting diperhatikan dikarenakan banyak pemikiran belakangan ini terjebak pada instrumen di luar preskripsi sembari menggeser tujuan pemerintahan keluar dari titik orbitnya.

Prof KH Abu Yazid, melalui tulisannya yang asyik dan renyah ini, mencoba meluruskan beberapa jalan pikiran yang bengkok tersebut kembali normal; dengan tawaran yang tentu sangat penting untuk dicerna. Meskipun tawaran tersebut bukanlah hal baru, hakikatnya memang banyak dilupakan. Dilirik pun juga tidak. Setidaknya, masih belum tercermin dalam konteks kehidupan masyarakat yang beragam. Adapun tawaran dimaksud adalah maqashid al-syari’ah, yaitu menebar kemaslahatan dan menangkal terjadinya kerusakan.

Advertisements

Berkenaan dengan begitu pentingnya mengetahui fikih muamalah —atau dengan istilah lain adalah fikih sosial— ini, kalau diukur menggunakan pisau analisis ilmu maqashid al-syari’ah, prinsip-prinsip yang berkaitan dengan keadilan, kebebasan, kesetaraan, permusyawaratan, dan kontrol sosial dari rakyat masih terlihat jauh panggang dari kata sempurna, dibuktikan dengan ditonjolkannya pemikiran yang sering mengekspresikan kekerasan dari segala lini.

Ada beberapa poin yang diangkat dalam buku ini. Pertama, soal pendirian negara Islam di Indonesia. Isu pendirian negara Islam di Indonesia menjadi topik hangat bahkan hingga saat ini. Bahkan, isu ini telah berhasil menggiring opini pentingnya pendirian negara Islam kepada masyarakat awam. Alhasil, banyak yang memberikan respon positif hingga menganggap tujuan itu adalah sesuai dengan tujuan utama Islam itu sendiri sembari menganggap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara taghut.

Kedua, negara harus memberikan kemaslahatan bangsanya. Sebetulnya, tujuan dibentuknya NKRI ini adalah untuk menciptakan kemaslahatan bangsa dan menjauhkannya dari segala bentuk mafsadat, meskipun kebijakan tersebut tidak ditetapkan oleh Rasulullah Saw dan tidak berdasarkan wahyu (hal. 12).

Namun demikian, argumentasi fikih tatanegara yang sudah dibangun mapan oleh bapak pendiri bangsa dan negara itu belum sepenuhnya dapat dicerna secara arif oleh oknum yang mengaku dirinya paling religius sehingga tetap menuntut perubahan system negara menjadi negara Islam murni (khilafah).

Ketiga, melalui buku ini, KH Abu Yazid juga menginginkan bagaimanapun sistem negara Indonesia menggunakan demokrasi, yang pada intinya demokrasi adalah al-siyadah fi yad al-sya’ab (kedaulatan ada di tangan rakyat), orang-orang yang dipercaya masyarakat menjadi dewan perwakilan mereka yang dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) harus benar-benar bekerja atas nama rakyat.

Selanjutnya, demokrasi di sini terbatas hanya bersifat materil, termasuk dalam hal ini menyangkut politik yang tidak ada ketentuan tersuratnya dalam Al-Qur’an dan Hadis, sementara yang sifatnya imateriil—seperti perkara halal dan haram—tidak dibolehkan menggunakan sistem demokrasi.

Membaca keseluruhan isi buku ini menjadi terang betapa negara bukanlah sebuah tujuan, melainkan sebuah instrumen (sarana) untuk mencapai maqashid al-syari’ah, yaitu menebar kemaslahatan dan menangkal terjadinya kerusakan itu tadi.

Selain itu, bentuk-bentuk negara, mulai dari masa Rasulullah masih hidup hingga bentuk-bentuk negara pasca-Nabi wafat pun tidak luput dari pembahasan buku ini. Sehingga menjadi terang bahwa keberadaan negara merupakan wasilah atau instrumen yang bersifat fleksibel sejauh instrumen tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Hadis

Apa yang dirumuskan oleh para founding father negri ini tentang instrument negara telah cukup mapan; Komitmen saling menjaga keamanan dan kenyaman antar masing-masing kelompok yang beragam. Sebaliknya, kegagalan negara-negara lain untuk menciptakan kenyamanan penduduknya adalah pengabaian atas hak-hak kelompok minoritas (hal. 283). Maka itu, berbeda dengan negara demokrasi yang memiliki komitmen politik dan afirmasi terhadap kemajemukan, sehingga menganggap toleransi menjadi sesuatu yang amat penting dan mutlak diterapkan.

Data Buku

Judul: Membangun Negara Islam Modern di Indonesia
Penulis: Prof Dr KH Abu Yazid
Penerbit: Qaf Jakarta
Tebal: 308 Halaman
Cetakan: 2023
ISBN: 978-623-6219-64-5

Multi-Page

Tinggalkan Balasan