Memahami Pertanyaan Luka dalam Puisi-puisi M Aan Mansyur

2,912 kali dibaca

Buku puisi M Aan Mansyur yang bertajuk Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau merupakan karyanya yang cukup fenomenal. Terlebih, saya merasa sangat terinspirasi atas kedatangan buku yang apik ini. Saya pikir bukan hanya saya, buku yang diterbitkan Gramedia ini tentu sangat menginspirasi bagi penyair-penyair yang lain.

Penyair M Aan Mansyur selalu piawai dalam merangkai kata-kata dalam buku ini. Saya pikir setelah kepergian mendiang Sapardi Djoko Damono (SDD), hanya M Aan Mansyur yang begitu kentara meneruskan perjuangan dari (SDD) melalui kaidah perpuisian dan kesusastraan Indonesia saat ini.

Advertisements

Di halaman 22, pembaca akan diajak untuk berimajinasi sejauh mungkin. Pada puisi yang berjudul “(Pertanyaan-pertanyaan)” tepat di bait ketiga, Aan Mansyur menulis puisi begini: mengapa darah lebih api daripada api? mengapa luka tidak memaafkan pisau—dan mata pisau bisa membayangkan dirinya sebagai cermin?

Aan Mansyur tidak hanya berpuisi tentang pertanyaan-pertanyaan luka yang tidak memaafkan pisau. Dirinya juga menulis puisi tentang kehidupan ibunya, puisi manis kepada istrinya, juga kepada anaknya, dan bahkan puisi pendewasaan ditujukan kepada dirinya sendiri ketika dirinya sadar menjadi ayah. Saya berpikir, sekomplit itulah Aan Mansyur menerjemahkan semuanya dalam puisi.

Sebelum saya meresensi buku ini, baru kali ini saya membaca buku puisi (sekali duduk khatam) dalam waktu kurang lebih tiga jam. Bahwa, memang dalam buku setebal 98 halaman ini mempunyai romansa dan karakteristik tersendiri dari setiap bait ke bait lainnya, dan dari diksi-diksinya yang begitu kental. Sehingga saya begitu betah untuk membacanya.

Ilustrasi karya Lala Bohang begitu estetik dan memesona dalam buku ini. Sehingga tampilan dari buku yang berwarna dongker begitu merona dan luar biasa dan berani tampil beda dari buku-buku puisi yang lain. Ada sebanyak 41 puisi yang terbagi dalam 5 bab, bisa kita nikmati keindahan-keindahan panorama alam Makassar pada setiap larik sajaknya yang begitu puitis.

Saya merasakan sendiri setelah khatam membaca buku puisi ini dalam waktu sekali duduk itu, seolah-olah saya terkesima dalam satu karyanya yang berjudul “Jatuh Cinta”, salah satu puisi yang menurut saya sangat elegan. M Aan Mansyur dengan penuh percaya diri menuliskan puisinya begini: aku selembar kertas yang terbakar, tapi aku gegabah menganggap diriku api (hal. 34).

Saya mendengar kabar beberapa waktu yang lalu, bahwa karya yang ditulis oleh M Aan Mansyur ini mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) dalam Bulan Bahasa dan Sastra pada Oktober 2021. Tak hanya penghargaan itu, M Aan Mansyur juga kembali menerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa di tahun yang sama beberapa bulan yang lalu.

Buku ini sangat recomended bagi para penyair Indonesia ketika kemudian mau belajar dari keutuhan-keutuhan diksi dan bahasa-bahasa sederhana tapi penuh makna dalam buku puisi ini. Di akhir judul puisi ini, M Aan Mansyur dengan suka rela menulis puisi berjudul “Dan”, yang begitu menyulap pandangan mata saya ketika dihadapkan pada diksi “atau, seperti tapi, adalah, dan yang telah tercuri” (hal. 95). Dari diksi ini (bagi saya) merupakan puisi yang begitu menyihir mata saya.

Ketika membaca buku puisi ini, kita semua seperti diajak untuk berdansa dengan hamparan tanah Makassar. Kita dituntut untuk menikmati alam semesta ketika bersamaan dengan daun-daun yang jatuh di luar jendela. Tak hanya itu, kita juga diajak menikmati dan menghargai waktu dan suasana-suasana yang begitu imaji dalam puisi-puisi karya M Aan Mansyur ini.

Jumat, 3 Desember 2021.

Data Buku

Judul Buku        : Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau
Penulis              : M Aan Mansyur
Penerbit             : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan             : Pertama, Desember 2020
ISBN                  : 978-603-06-4481-3
Tebal                  : 98 Halaman

Multi-Page

One Reply to “Memahami Pertanyaan Luka dalam Puisi-puisi M Aan Mansyur”

Tinggalkan Balasan