Majelis Nyala Purnama Bahas Humanisme Kultural Gus Dur

Gus Dur, sapaan KH Abdurrahman Wahid, dipandang sebagai tokoh humanisme kultural yang pernah dimiliki Indonesia. Teladan dan perjuangannya harus diteruskan oleh anak-anak bangsa.

Tema humanisme kultural Gus Dur tersebut diangkat dalam acara Majelis Nyala Purnama ke-5 yang dilaksanakan di Makara Art Center Universitas Indonesia (MAC UI), Rabu (10/9/2025) malam. Majelis Nyala Purnama merupakan kerja sama Direktorat Kebudayaan UI dengan Komoenitas Makara dan Urban Spiritual Indonesia.

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Acara ini diisi orasi budaya oleh putri Gus Dur, Inayah Wahid dan Dekan Fakultas Ilmu dan Budaya (FIB) UI Bondan Kanumoyoso.

Saat memberikan pidato pembuka, Direktur Direktorat Kebudayaan UI Ngatawi Al-Zastrouw, mengungkapkan, Gus Dur merupakan seorang tokoh bangsa yang jejaknya abadi. Gus Dur tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai bapak pluralisme, pejuang kemanusiaan, dan guru bangsa yang menembus sekat-sekat agama, budaya, maupun politik.

Menurutnya, warisan pemikiran Gus Dur tidak sekadar hadir dalam ide, tetapi hidup dalam humanisme kultural, yaitu sebuah pandangan yang meletakkan manusia sebagai pusat peradaban dengan segala martabat dan kemuliaannya.

“Humanisme Gus Dur bukan berakar dari filsafat liberalisme yang menafikan dimensi religius. Sebaliknya humanisme Gus Dur justru bersumber dari nilai, ajaran, dan spirit religiusitas Islam dan berakar pada tradisi Nusantara,” ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Ketua Komoenitas Makara Fitra Manan, melihat Gus Dur sebagai sosok yang mampu menertawakan segala hal, bahkan dirinya sendiri, sebagai cara untuk meruntuhkan sekat-sekat formalitas, dogma, dan perbedaan yang memisahkan manusia.

“Humanisme Gus Dur mengajarkan bahwa kasih sayang dan penerimaan terhadap sesama, terlepas dari latar belakangnya, adalah inti dari agama dan kemanusiaan. Kelakar dan cerita lucunya yang sering kali nakal dan cerdas, berfungsi sebagai cara untuk melampaui konflik dan membangun jembatan persahabatan.”, tambah

Sementara, saat memberikan orasi, Bondan Kanumoyoso, menegaskan bahwa humanisme kultural Gus Dur berakar pada pandangan bahwa manusia harus diperlakukan secara adil dan bermartabat tanpa membedakan agama, etnis, atau budaya.

Melalui sosok Gus Dur, Ia melihat pentingnya kebudayaan sebagai ruang perjumpaan yang mampu menjembatani perbedaan dan membangun solidaritas sosial.

“Melalui gagasan ini, Gus Dur berusaha meneguhkan Indonesia sebagai rumah bersama, di mana nilai-nilai kemanusiaan menjadi fondasi utama kehidupan berbangsa dan bernegara,” tuturnya .

Bondan Kanumoyoso berkisah, saat remaja sering diajak oleh Gus Dur keliling dari pesantren ke pesantren serta ziarah ke makam wali-wali Nusantara. “Di antara semua tokoh nasional, Gus Dur bukan hanya seorang presiden, ulama, atau intelektual, melainkan juga seorang humanis sejati. Humanisme ala Gus Dur bukanlah sebuah teori kering, melainkan praktik hidup yang terwujud dalam kelakar dan tindakannya sehari-hari,” tegasnya.

Sementara itu, Putri Gus Dur, Inayah Wahid, saat menyampaikan orasi budaya banyak bercerita tentang sisi personal seorang Gus Dur sebagai ayah kepada anak-anaknya yang sangat santai dan penuh komedi.

Misalnya , Gus Dur sudah hafal Kebiasaan Inayah yang saat mahasiswa sering pulang hampir tengah malam karena ada kegiatan kampus. Namun, pada suatu malam, waktu masih menunjukkan pukul 9 malam, Inayah salam dengan cium tangan kepada ayahnya, Gus Dur langsung tanya, “Lho kok tumben baru jam 9 sudah pulang?” Inayah langsung membalas, “Wong ini malah baru mau berangkat kok,” lalu keduanya tertawa bersama.

Salah satu yang paling dikenang Inayah dari Gus Dur adalah keberpihakannya kepada kelompok lain, terutama kelompok minoritas yang lemah.

“Menurut Gus Dur, sangat banyak orang yang berani berjuang tapi untuk kelompoknya sendiri. Tapi tidak banyak yang berani berdiri di depan untuk membela kepentingan kelompok lain. Itulah yang dilakukan Gus Dur,” kaya Inayah.

Selain orasi budaya, acara Majelis Nyala Purnama juga diisi pembacaan puisi dan musikalisasi puisi. Pembacaan puisi dilakukan oleh Alfian Siagian dan Mahwi Air Tawar. Sedangkan, musikalisasi puisi dilakukan kelompok Swara SeadaNya dan D’Yello. Acara ditutup dengan meditasi bersama yang dipimpin Turita Indah Setyani.

Multi-Page

One Reply to “Majelis Nyala Purnama Bahas Humanisme Kultural Gus Dur”

Tinggalkan Balasan