Kritik Terhadap Kaum Revivalis dalam Menghadapi Modernisasi

18 views

Pada rentang abad ke-20, kaum muslim dihadapkan dengan perubahan-perubahan sosial dan modernisasi yang amat sangat pesat. Bahkan, perubahan tersebut menyentuh ke seluruh lapisan sendi kehidupan umat muslim, di manapun itu.

Gerak laju perubahan yang begitu masif menjadikan peran agama terpinggirkan.  Tentu saja, peran ulama sebagai pengawal agama, juga sebagai korban peminggiran ini. Begitu juga dengan tradisi keagamaan.

Advertisements

Sebut saja paham negara demokrasi adalah contoh konkret hasil dari desakan laju modernisasi yang diasumsikan telah mengesampingkan peran ulama dan sumber ortodoksinya.

Bagi kaum muslim, modernisasi dan perubahan global adalah sesuatu yang ambigu. Sebab, di satu pihak ia menjanjikan kemajuan-kemajuan yang akan membahagiakan untuk Islam. Namun, di pihak lain, ia meninggalkan traumatis bagi kaum muslim, sebab dirodai oleh rezim-rezim pasca kolonial yang cenderung otoriter (Abdalla, 2022).

Modernisasi dengan peminggiran agama sekaligus perannya, begitu juga dengan kebijakan-kebijakan tangan besinya, adalah faktor utama yang melahirkan reaksi beragam dari kaum muslim. Seperti kaum revivalis yang cenderung menempuh jalan resistensi dengan konsep negara khilafahnya, bahkan gerakan lainnya yang bersifat konfrontatif, seperti menolak negara demokrasi yang dianggap telah melunturkan nilai Islam.

Di samping itu, terdapat kaum tradisionalis yang lebih memilih sikap melalui jalan damai dengan cara menafsir ulang tradisi (sumber agama). Seperti hadirnya hierarki dalam proses legislasi hukum Islam (istinbath hukum) untuk merespons permasalahan aktual yang belum pernah ada dan terjawab di dalam rumusan fikih terdahulu.

Hierarki tersebut, seperti yang dirumuskan dalam Munas Alim Ulama tahun 1992 di Lampung, terdiri dari: Pertama, merespons permasalah baru dengan mengambil dari teks-teks imam mazhab yang terdahulu.

Kedua, ketika tidak ditemukan jawaban darinya, maka dilakukan melalui proses analogi masalah yang dikenal warga nahdliyin dengan sebutan ilhaqul masa’il bi nadzo’iriha.

Ketiga, jika permasalahan baru tidak bisa dijawab dengan cara kedua, maka bisa dengan cara mengikuti metodologi fikih para imam mazhab, yang sekarang kita kenal sebagai Fikih Manhaji.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan