Kreativitas Pembelajaran Masa Pandemi di Madrasah Berbasis Pondok Pesantren

1,607 kali dibaca

Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, seperti halnya pondok-pondok pesantren lainnya di berbagai daerah di Nusantara, telah memulai kembali pembelajarannya sejak Juni 2020 dalam suasana pandemi Covid-19. Salah satu tahapannya adalah, sebelum kembali ke pondok, seluruh santri harus sudah melaksanakan isolasi mandiri di kediaman masing-masing.

Khusus untuk Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, sejak 4 Juni 2020 para santri sudah dianjurkan untuk isolasi di rumah secara mandiri selama 14 hari sebelum bertahap kembali ke pondok. Dari total 28 ribu santri, sebanyak 10 persen pada tahap pertama akan mulai kembali ke pondok. Kurang lebih 2.500 santri dari Kediri, Jombang, Nganjuk, dan Trenggalek akan kembali ke Pondok Pesantren Lirboyo. Saat para santri kembali ke pesantren, para santri diwajibkan membawa surat keterangan sehat, dicek suhu badannya, dan disemprot disinfektan barang bawaannya.

Advertisements

Setelah melewati tahap tersebut, para santri tidak diperkenankan langsung masuk ke asrama pesantren. Ketika nanti datang ke pesantren, santri-santri akan menjalani rapid test dan isolasi di ruangan yang sudah dipersiapkan. Pondok Pesantren Lirboyo Kediri menyiapkan asrama khusus bagi para santri yang baru kembali untuk melakukan isolasi selama 14 hari. Di asrama khusus ini pihak pesantren tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti mewajibkan memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak fisik, tidak boleh dikunjungi oleh pihak keluarga, dan harus tetap berada di lingkungan pesantren .

Pihak pondok pesantren  memastikan komunikasi akan terus terjalin dengan Gugus Tugas Kabupaten Kediri terkait keputusan membuka kembali pesantren. Tak hanya itu, sosialisasi pembukaan pesantren dengan kebiasaan baru juga terus dilakukan kepada tenaga pendidik, santri, dan orang tua santri. Pondok pesantren juga berkoordinasi  dengan para guru, tenaga kependidikan, dan santri untuk terus diberikan penjelasan tentang protokol kesahatan pencegahan Covid-19

Dilema Siswa-Santri

Pembelajaran di sekolah atau madrasah yang siswanya merupakan santri pondok pesantren ini akan menjadi dilema. Dilema itu terjadi karena mayoritas siswa madrasah pondok pesantren itu bermukim di asrama pondok. Pondok pesantren tradisional mayoritas memiliki aturan santri tidak boleh membawa gawai, laptop, dan sejenisnya. Faktor penyebab dilarangnya santri membawa gawai di pondok pesantren karena banyaknya mudarat daripada manfaatnya. Mudaratnya antara lain, kegiatan pembelajaran terganggu, terpancing melihat tanyangan negatif, orang tua terbebani dengan pulsa/paket data, dan ketagihan game/medsos.

Dari permasalahan di atas, kepala madrasah, pendidik, dan tenaga kependidikan harus mampu memberikan solusi mengenai pembelajaran jarak jauh yang berkarakter pondok pesantren. Solusi itu harus sesuai dengan karakteristik pondok pesantren dan protokol kesehatan.

Langkah awal yang harus ditempuh yaitu melaksanakan pembelajaran yang berpedoman pada protokol kesehatan. Jika akan diadakan pembelajaran tatap muka, sekolah atau madrasah harus mengatur tempat duduk siswa sesuai dengan phisical distancing yang sesuai aturan yang dibuat oleh Satgas Penanganan Covid-19. Tempat duduk siswa harus diatur dengan jarak minimal satu meter.

Dengan pengaturan jarak tersebut maka akan berakibat jumlah siswa yang ikut kegiatan belajar mengajar (KBM) hanya sepertiga dari jumlah keseluruhan siswa. Maka dalam satu minggu siswa hanya mengikuti pembelajaran selama dua hari tatap muka. Dua pertiga siswa lainnya akan mengikuti pembelajari luar jaringan dengan penugasan.

Pembelajaran tatap muka ini diperlukan agar kesulitan siswa dalam mengerjakan tugas luar jaringan atau penugasan offline bisa dibahas. Selain itu, dengan diadakannya pembelajaran tatap muka, diharapkan bisa mengurai kebosanan siswa dalam mengerjakan tugas luring.

Semua yang terlibat dengan aktivitas KBM tatap muka harus melaksanakan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Siswa, guru, dan tenaga kependidikan harus memakai masker, mencuci tangan sebelum dan setelah KBM, menghindari kontak fisik, menjaga jarak, dan larangan dikunjungi atau berkontak fisik dengan warga luar madrasah. Jika diperlukan, dibuat aturan pemberian sanksi kepada warga madrasah yang melanggar protokol kesehatan agar tercipta kedisiplinan dalam membiasakan perilaku pencegahan Covid-19.

Perlu Kebijakan Khusus

Kendala pembelajaran penugasan luring yang sering dijumpai siswa ialah tidak tuntasnya komunikasi dua arah antara siswa dan guru. Hal tersebut membuat salah paham sehinga siswa tidak optimal dalam pengerjaan tugas. Untuk mengatasi ketidaktuntasan komunkasi, guru menunjuk koordinator siswa yang bertugas mencatat tugas di papan pengumuman dan mengomukasikan kendala-kendala tugas luring di hari berikutnya atau saat itu juga.

Pemberian tenggat waktu pengumpulan tugas yang tepat juga diperlukan. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam perhitungan tenggat waktu pengumpulan tugas luring yaitu pemberian kesempatan bertanya dan pengerjaan tugas.

Penyusunan Lembar Kerja Siswa (LKS) sederhana yang tidak membebani guru dan siswa serta kesesuaian dengan kompetensi dasar (KD) yang ada pada Kurikulum Darurat Covid-19. Dengan adanya LKS, siswa akan dipermudah dalam mengerjakan soal-soal. Guru juga akan dapat memetakan tingkat penguasaan kompetensi siswa jika LKS tersebut disusun berdasarkan KD yang ada dalam kurikulum.

Selain itu, siswa dan guru juga mudah menyusun program remidi berdasarkan pemetaan tingkat penguasaan KD. Dalam pembelajaran di masa pendemi ini, memang pembentukan karakter diutamakan daripada ketercapaian KD. Walaupun demikian, guru harus berusaha maksimal untuk membekali siswa dengan kompetensi yang menjadi bekal hidup di masyarakat. Oleh karena itu, sangatlah penting penyusunan LKS yang membetuk karakter siswa sesuai dengan kurikulum dan tidak membebani guru atau siswa.

Pemberian kesempatan remidi atau tugas susulan juga perlu diperhatikan. Siswa yang nilainya tidak tuntas tentu harus diperbaiki. Hal tersebut bertujuan agar siswa bisa menguasai kompetensi dalam KBM. Siswa tidak selamanya bisa meluangkan waktu atau selalu dalam kondisi sehat. Untuk itulah diperlukan pengadaan tugas susulan oleh guru.

Guru harus menilai kinerja siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran penugasan luring, daring, atau tatap muka. Semua penugasan yang diberikan, perilaku, dan aktivitas siswa harus dinilai. Siswa yang tidak mengumpulkan tugas harus diberikan tugas tambahan. Siswa yang tidak menuntaskan kompetensi harus diremidi.

Yang terakhir, siswa yang berprestasi atau mendapatkan nilai terbaik harus diberikan apresiasi. Dengan transparansi penilaian tersebut siswa akan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran daring. Oleh karena itu, penerapan transparansi penilaian perlu diterapkan dalam pembejaran penugasan luring.

Madrasah harus bekoordinasi dengan pondok pesantren untuk mengatur waktu pembelajaran penugasan luring. Dalam pelaksanaan KBM, madrasah yang benaung di bawah yayasan pondok pesantren tentu sangat bergantung dengan kebijakan pesantren. Hal itu terjadi karena kegiatan di madrasah terintegrasi dengan kegiatan pondok pesantren. Dengan adanya koordinasi KBM di madrasah dan pembelajaran di pondok, diharapkan tidak ada benturan antara pembelajaran penugasan luring dan aktivitas mengaji para santri.

Dalam penerapan pembelajaran luring tanpa tatap muka di sekolah atau madrasah yang berbasis pondok pesantren tradisonal memang diperlukan kebijakan khusus. Hal itu disebabkan pondok pesanten tradisional memiliki aturan yang berbeda dengan sekolah atau madrasah umum. Aturan tersebut adalah tidak memperbolehkan santrinya membawa gawai selama di pondok dan mengikuti kelas diniyah atau mengaji adalah kebijakan yang menyebabkan siswa atau santri tidak bisa mengikuti kelas daring. Dalam menyikapi hal tersebut, diperlukan koordinasi antara pihak madrasah dan pondok agar KBM selama masa pandemi bisa tetap terlaksana maksimal.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan