Kiai Mawardi Ishaq, Pejuang Pendidikan dari Lampung

1,278 kali dibaca

KH Mawardi Ishaq adalah sosok ulama asli dari tanah Lampung. Ia merupakan sosok ulama yang bersahaja dan baik di mata masyarakat Lampung. Melalui pengajian rutin saban malam Jumat, secara perlahan, Kiai Mawardi Ishaq menebar benih-benih ajaran Islam kepada masyarakat awam, khususnya daerah Lampung Utara, Provinsi Lampung.

Kiai Mawardi Ishaq lahir pada 7 Rajab 1384 Hijriyah atau dalam kalender Masehi bertepatan pada tanggal 12 November 1964. Ia lahir di desa Tanjung Raja, Kotabumi, Provinsi Lampung. Lahir dari keluarga ulama, Kiai Mawardi Ishaq meneruskan jejak ayahnya, KH Ishaq Shiddiq, untuk terus mengajarkan nilai-nilai keislaman di tengah-tengah masyarakat awam yang masih kental dengan budaya setempat.

Advertisements

Semasa hidupnya, Kiai Mawardi Ishaq pernah nyantri di Tasikmalaya, Jawa Barat. Di sana, ia berguru langsung kepada KH Ilyas Ruhiyat, pengasuh Pondok Pesantren Cipasung, yang pernah menjadi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Dalam wawancara yang pernah dilakukan penulis, tidak disebutkan secara spesifik berapa lama beliau menimba ilmu di sana. Singkat kata, setelah menyelesaikan mondoknya, Mawardi muda, kembali ke kampung halamannya  di Lampung Utara untuk mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya.

Satu petuah yang selalu diingatnya dari KH Ilyas Ruhiyat asalah, “Dimanapun kalian berada, kalian harus memiliki santri karena sebaik–baiknya belajar adalah mengajar. Jika kalian tidak bisa memiliki santri, minimal anak-anak kalian bisa menjadi santri.”

Pada 1999, ketika sudah sampai di kampung halamannya, Kiai Mawardi Ishaq mendirikan sebuah halaqah pengajian. Kabar itu pun tersiar di seantero Lampung Utara. Dan, tak lama kemudian ada beberapa santri yang mulai berguru kepadanya. Baik santri kalong maupun santri yang mukim di sekitar asrama. Untuk tempat tinggal mereka telah didirikan kamar-kamar kecil yang sengaja dibangun untuk para santri dari luar daerah.  

Biasanya, Kiai Mawardi Ishaq memulai pengajian kecilnya bakda Subuh. Mengajarkan hal ihwal keislaman dasar yang bersumber dari kitab-kitab klasik, dari praktik beribadah ulama terdahulu, seperti muamalah dan thaharah.

Masyarakat sekitar menyambut baik kontribusi yang diberikan oleh Kiai Mawardi. Di samping mengadakan pengajian kitab-kitab klasik bakda Subuh, Kiai Mawardi juga turut hadir dalam kegiatan masyarakat desa Tanjung Raja, seperti pengajian-pengajian agama baik pada hari-hari besar Islam maupun rutinan pada malam Kumat kliwon di masjid dekat rumahnya. Pengajian tersebut banyak diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, seperti warga sekitar desa, baik anak-anak, remaja, hingga dewasa.

Dalam kurun waktu delapan tahun, berangsur-angsur banyak santri yang terus berdatangan untuk menimba ilmu kepada Kiai Mawardi. Walhasil, Kiai Mawardi akhirnya secara resmi mendirikan pondok pesantren yang bernama Hidayatul Mustafid. Selain itu, juga didirikan sekolah formal berupa Madrasah Tsanawiyah, dan selang tiga tahun kemudian mendirikan Madrasah Aliyah. Semuanya menggunakan nama Hidayatul Mustafid.

Perpaduan kurikulum yang digunakan mencakup pengajaran kitab-kitab klasik ketika sekolah diniyah di pesantren, serta pengajaran takhassus al-qur’an bagi sebagian santri yang ingin mengikutinya, dan pengajaran penggunaan bahasa arab dan inggris pada waktu sekolah formal. 

Pondok Pesantren Hidayatul Mustafid, yang mulai berdiri pada 2007 ini, memakai sumber-sumber kitab klasik sebagai rujukan dalam pembelajaran, seperti kitab klasik tentang ubudiyah memakai kitab Mabadiul-Fiqhiyah, kitab hadit Arbain Nawawi, kitab tentang perilaku atau akhlak Akhlaqul-banin, dan kitab alat Jurumiah.

Semua pengajaran kitab-kitab tersebut diasuh langsung oleh Kia Mawardi dengan penuh perhatian dan telaten. Mengajari secara perlahan, agar semua santrinya dapat memahami isi ajaran dengan benar.

Sedangkan, untuk sekolah formal yang meliputi Madrasah Tsanawiah dan Madrasah Aliyah, santri-santri diajarkan untuk bisa berbahasa Arab dan Inggris. Layaknya santri modern, agar tidak ketertinggalan zaman dan mampu bersaing.

Sebagai ulama, Kia Mawardi juga memiliki hubungan baik dengan kalangan pemerintahan. Pada satu waktu, Kiai Mawardi pernah dikunjungi oleh Bupati Lampung Utara. Ia menyambut baik sosok pejabat sebagai wakil pemerintahan itu. Saat itu, ia menegaskan bahwa kedatangan pejabat ke tempat kediamannya, bukan sebagai bentuk kampanye, atau kepentingan politik lainnya. Ia menerangkan bahwa itu murni kunjungan. Dan sebagai ulama, Kia Mawardi bersikukuh untuk tidak ikut dalam campur tangan untuk dana pembangunan pesantrennya.

Selain berkecimpung dalam kegiatan warga dan membesarkan lembaga pendidikannya, Kia Mawardi juga aktif dalam kegiatan organisasi masyarakat, terutama di Nahdlatul Ulama (NU) Lampung. Bahkan, karena dipandang tersohor dan memiliki kapabilitas sebagai seorang ulama yang intelek, Kiai Mawardi sempat ditunjuk menjadi sebagai Rois Syuriah PCNU Lampung Utara. 

Selang beberapa tahun kemudian, pada Mei 2019, Kiai Mawardi jatuh sakit, dan dilarikan ke rumah sakit. Kiai Mawardi didiagnosa dokter mengalami penyakit jantung. Kepengurusan pondok akhirnya dipegang oleh ustaz-ustaz dan alumni yang masih setia membantu.

Kesehatan Kiai Mawardi sempat membaik untuk beberapa waktu, namun dua bulan setelahnya, Kiai Mawardi sempat drop kembali, dan dibawa ke Rumah Sakit Daerah Bandar Lampung. Setelah menjalani perawatan intensif dalam beberapa hari, penyakitnya semakin bertambah buruk. Kiai Mawardi mengembuskan napas terakhirnya pada 12 Juli 2019. Semua orang berkabung atas meninggalnya Kiai Mawardi, terutama warga Tanjung Raja yang mengenal sosok kiai kharismatik dari Lampung Utara ini.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan