Kiai Desa di Langgar Kecil

28 views

Di tengah ramainya dunia dakwah yang kerap kali dipenuhi oleh sosok-sosok tersohor, ada sosok lain yang sering luput dari perhatian: kiai desa atau kiai langgaran.

Benar, mereka bukanlah sosok pendakwah yang namanya dikenal di media mana pun. Tapi justru pengaruh sosok kiai desa tidak kalah dibanding pendakwah sohor di tengah masyarakat yang majemuk. Entah dari kalangan atas, menengah, hingga ke bawah, semuanya dirangkul dengan tangan yang sederhana.

Advertisements

Berbekal musala sederhana, tegak dengan papan yang gagah atau tembok yang mulai rapuh, beralaskan tikar, berembus angin masuk melalui celah-celah jendela, seorang kiai desa memainkan perannya di tempat itu untuk berdakwah kepada masyarakat. Menanamkan akidah dan ubudiyah sehari-hari dengan mengkaji kitab kuning sebagai bekal bagi mereka. Juga mengajari bacaan Al-Qur’an.

Dengan penuh keikhlasan, tidak jarang sosok kiai desa ini tidak pikir panjang merogoh sakunya untuk membeli suguhan wedang dan jajanan kepada masyarakat yang bersedia mengaji di musala yang sederhana.

Masyarakat seringkali memang harus disogok dengan iming-iming sederhana, semisal segelas kopi, teh, atau gorengan hangat. Kiai desa paham betul, trik semacam itu adalah bentuk pendekatan cerdas supaya mereka mau diajak kepada jalan kebenaran. Melaksanakan ajaran Islam dengan baik dan benar sesuai tuntunan syariat. Membuktikan bahwa Islam rahmatan lil ‘alamin, sosok kiai desa juga berupaya masuk ke dalam kehidupan masyarakat dengan ramah, lemah lembut, dan memberikan perhatian ketika masyarakat sedang mengeluhkan persoalan tertentu.

Tidak sekadar berdakwah ketika pengajian berlangsung. Di luar itu, sosok kiai desa tak jarang ngobrol basa-basi dengan masyarakat selepas pengajian selesai di luar langgar. Ia berusaha masuk ke dalam kehidupan masyarakat untuk menyelipkan dakwah dalam kemasan yang begitu halus, masuk ke dalam relung hati mereka. Dengan kata lain, kiai desa menjelma menjadi living bridge bagi masyarakat. Menjadi jembatan hidup antara ilmu agama dan realitas sehari-hari.

Peran kiai desa dalam menyelamatkan masyarakat dari kekeliruan beragama sangatlah berarti. Bagaimana tidak, masyarakat dengan latar belakang berbeda-beda, pasti memiliki tantangan tidak mudah bagi kiai desa untuk berperan sebagai pendakwah. Pelan-pelan dan penuh keikhlasan, dengan berbekal cara dakwah Islam rahmatan lil ‘alamin, strategi dakwah kiai desa dapat diwujudkan. Jariyahnya pun tak tanggung-tanggung. Ganjarannya sepadan dengan seberat apa tantangan yang dihadapi.

Di zaman yang serba cepat dan instan ini, di mana popularitas bisa diperoleh dengan secepat kilat berbekal branding luarnya saja, kita harus melek. Bahwa, kualitas pendakwah tidak dinilai dari seberapa besar engagement di media sosial, tapi seberapa mendaging isi dakwah yang disampaikan. Seberapa tinggi adabnya, dan seberapa ikhlasnya dalam berdakwah.

Kiai desa memang kalah dengan pendakwah terkenal di media sosial. Tapi justru merekalah yang tak pernah absen bersentuhan langsung dengan denyut kehidupan umat. Mereka tidak mengatur pencahayaan untuk membuat konten, tapi hadir di tengah masyarakat—mengurus jenazah, membimbing akad nikah, mendamaikan tetangga yang berselisih, hingga menjadi tempat mengadu saat warga yang kebingungan menghadapi persoalan hidup.

Bukan bermaksud menyudutkan pendakwah yang tampil di media sosial, namun kita jangan melupakan jasa-jasa kiai desa yang selalu hidup di tengah masyarakat. Karena bagi kiai desa, dakwah semata-mata untuk pengabdian seumur hidup. Terbukti dari seberapa istikamahnya merangkul para jamaah, dengan ikhlas merelakan sebagian waktu dan tenaganya.

Dan di balik musala kecil yang mereka rawat, di situlah peradaban Islam dirawat dengan kasih sayang. Di situlah generasi muda ditempa untuk mengenal Tuhan dan menjalankan ibadan sehari-hari dengan benar.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan