KH Yasin Asmuni, Sang Maestro Kitab Klasik

5,171 kali dibaca

Siapa di antara kawan-kawan santri yang pernah mengaji kitab Fadhoilul? Baik Fadhoilul Amal 1, Fadhoilul Amal 2, Fadhoilul Amal 3, atau Fadhoiluddzikri? Alhamdulillah, penulis sudah pernah mengikuti pengajiannya selama di pesantren.

Umumnya, kitab-kitab kuning yang tipis seperti Fadhoilul Amal diajarkan di pesantren selama bulan Ramadhan karena lebih cepat khatam. Pada umumnya, pengajian kitab ramadhan atau diistilahkan dengan mengaji kitab kilatan di pesantren salaf, pengajiannya dibuka secara umum dengan metode bandongan untuk seluruh santri yang sudah tingkat jurumiyah ke atas. Bahkan, tak jarang masyarakat sekitar juga diperbolehkan mengikuti pengajian kitab kilatan/posoan. Begitulah tradisi di pesantren.

Advertisements

Waktu penulis mencoba mencari tahu, siapa pengarang kitabnya, saya terperanjat. Muallif yang bernama KH Yasin Asmuni saya kira adalah ulama yang lahir beberapa abad yang lalu. Tapi ternyata setelah penulis cari tahu dari berbagai sumber, alhamdulillah mendapatkan jawaban: bahwasanya KH Yasin Asmuni yang mengarang kitab-kitab klasik yang dipakai ngaji posoan di pesantren ternyata masih gesang, masih sehat. Alhamdulillah.

Nama asli beliau adalah Ahmad Yasin bin KH Asmuni bin KH Fahri bin KH Hakam. Silsilahnya, jika dilanjutkan, akan sampai kepada Sunan Bayat yang merupakan salah satu murid Sunan Kalijaga. Beliau lahir di Kota Kediri, tepatnya di Dusun Pethuk, Desa Poh Rubuh Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri pada 8 Agustus 1963. Beliau putra dari pasangan KH Asmuni dan Nyai Hj Muthmainnah.

Kiai Yasin muda selalu menanamkan prinsip pada dirinya, bahwa menuntut ilmu tidak ada batasan usia dan tidak mengenal waktu. Prinsip itulah yang selalu membuat Kiai Yasin bisa menguasai banyak ilmu karena masa belajarnya yang tak pernah usai.

Kiai Yasin menghasilkan tak kurang dari 200 karya tulis, yang hampir keseluruhannya berbahasa Arab. Jadi, kitab Fadhoil tiga jilid hanya sedikit dari ratusan karya beliau. Karya Kiai Yasin Asmuni juga lintas perspektif, dari mulai yang mengkaji fiqih, tasawuf, hingga aqidah. Di antara ciri khas karyanya adalah singkat, padat, praktis, dan mudah dipahami. Hebat, bukan?

Sebagai senior dalam kajian bahtsul masail baik level  provinsi maupun nasional, Kiai Yasin punya kemampuan analisis teks yang mumpuni, yang disertai dengan ulasan panjang yang “kece”. Kebiasaaan berdiskusi panjang disertai maraji’ komplit inilah yang membuat kemampuan Kiai Yasin berkembang.

Lebih mudahnya mungkin begini: jika ada masyarakat bertanya, Kiai Yasin memberikan jawaban yang sangat panjang dan komplit, lalu dikembangkan lagi menjadi  menjadi sebuah kitab.

Selain karya yang berjibun, Kiai Yasin yang mengasuh Pondok Pesantren Hidayatuh Thullab, Pethuk, Semen, Kediri, ini juga mempopulerkan kitab “Makno Pethuk.” Ini adalah jenis kitab kuning, tebal maupun tipis, klasik maupun kontemporer, yang sudah diberi makna gandul, sudah “sah-sahan”, penuh terjemahan antarbaris (interlinear translation). Harga jualnya memang lebih tinggi dibandingkan dengan kitab kosongan. Sampai saat ini, di beberapa koperasi pondok pesantren biasanya juga menyediakan kitab “Makno Pethuk” ini.

Itulah beberapa hasil penelusuran penulis tentang sosok kiai idola, yang karya tulisnya sudah ratusan, dan hidup di zaman kita. Sosok yang benar-benar patut untuk dijadikan panutan, baik dalam bidang keilmuan, lebih lebih dalam bidang karya tulis.

Catatan: sumber artikel facebook Gus Rizal Mumazziq Z, Rektor Inaifas Kencong, Jember dari tesis dengan judul: Studi Tafsir al-Quran KH Yasin Asmuni Kediri, Puput Lestari, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan