Tak banyak yang tahu kalau ternyata Nabi Muhammad menyukai syair, dan bahkan pernah berpuisi. Hal tersebut terekam kitab Syama’ilul Muhammadiyah karya Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi. Dalam kitab yang diterjemahkan oleh Nila Noer Fajariyah ini, diceritakan Rasulullah SAW yang biasa melantumkan syair (puisi).
Dari Muhammad bin Al-Mutsanna dari Muhammad bin Ja’far dari Syu’bah dari Al-Aswad bin Qais dari Jundub bin Sufyan Al-Bajali, ia berkata, “Sebuah batu mengenai jari-jemari Rasulullah SAW hingga mengucurkan darah. Maka Beliau bersyair (membaca puisi), ‘Engkau hanyalah jari-jemari yang berdarah, dan di jalan Allah-lah apa yang engkau alami (terluka)‘.” (HR. Bukhari – Muslim). (hal. 125-126).

Mendeklamasikan sebuah puisi bukan perkara yang dibuat-buat. Dari zaman Rasulullah, puisi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan Bangsa Arab. Bahkan, turunnya Al-Qur’an pun menjadi penantang para ahli syair (puisi) untuk mengalahkannya. Tetapi, hingga detik ini tidak ada seorang pun yang mampu menandingi diksi bahasa, kedalaman makna, serta keindahan kalimatnya.
Diceritakan pula, dalam sebuah kesempatan, Rasulullah SAW menegur Umar bin Khattab yang tidak suka karena Ibnu Rawahah melantumkan puisi di hadapan Rasulullah dan di dalam Masjidil Haram. Umar berkata, “Wahai Ibnu Rawahah, di hadapan Rasulullah SAW di Masjidil Haram Engkau mendeklamasikan puisi?” Umar bin Khattab tidak suka karena khawatir jika hal tersebut termasuk hal yang kurang baik. Tetapi, Rasulullah justru mendukung perbuatan Ibnu Rawahah. Bahkan, Nabi mengatakan bahwa membaca puisi lebih tajam dari sebilah anak panah.
Setelah itu, Rasulullah SAW bersabda sebagai teguran bagi Umar bin Khattab, “Biarkan dia, wahai Umar, sebab hal itu (puisi) lebih cepat daripada lembaran anak panah.”(hal. 127). Artinya, puisi yang baik akan lebih mengena, lebih bermakna daripada lainnya. Oleh karena itu jangan disepelekan perjuangan dengan cara menulis syair atau puisi.
Menyelami pribadi agung Muhamad SAW lewat teks (diksi) adalah salah satu cara kita mencintainya. Bukan tidak mungkin, dengan menelaah sebuah narasi, termasuk dari buku Mengenal Pribadi Agung Muhammad SAW ini, kita akan menemukan kalimat-kalimat cinta. Tentu saja membaca selawat adalah bagian dari rasa cinta, tetapi menyelami sosok pribadi istimewa lewat buku ini juga menjadi media yang tidak boleh dipandang sebelah mata.
Kitab Syama’ilul Muhammadiyah yang diterjemahkan dengan judul buku Mengenal Pribadi Agung Muhammad SAW, ini penuh dengan narasi yang begitu jelas menggambarkan sosok kekasih, Nabi Muhammad SAW. Dari aspek fisik (perawakan), kesenangan (hobi), cara berjalan, minum atau makan, berjalan, duduk, berbicara, dan lain sebagainya. Membaca buku ini serasa kita melihat lanskap besar di hadapan dan sosok Rasulullah SAW tergambar jelas.
Salah satu contohnya adalah kisah bersumber dari Ali bin Abu Thalib: “Rasulullah tidak berperawakan terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek. Beliau berperawakan sedang di antara kaumnya. Rambut Beliau tidak keriting bergulung dan tidak pula lurus kaku, melainkan ikal bergelombang. Badan Beliau tidak gemuk, dagunya tidak lancip, dan wajahnya bulat. Kulit Beliau putih kemerah-merahan. Mata Beliau hitam pekat dan bulu matanya lentik. Kuat tulang bahu dan pundaknya. Tidak berbulu di sekujur tubuh, tetapi memiliki bulu halus dari dada sampai ke perut. Telapak tangan dan kakinya tebal. Jika berjalan, Beliau berjalan dengan penuh kekuatan seakan-akan turun ke tempat yang rendah. Jika Beliau berpaling maka seluruh badannya ikut berpaling. Di antara kedua bahunya terdapat Khatamun Nubuwwah, yaitu tanda kenabian. Beliau adalah manusia yang paling pemurah hatinya, paling benar ucapannya, paling lembut perangainya, dan paling mulia pergaulannya. Siapa pun yang melihatnya, pasti akan menaruh hormat kepadanya, dan siapa pun yang pernah berkumpul dan kenal dengannya pasti akan mencintainya. Orang yang menceritakan sifatnya, pasti akan mengatakan, ‘Aku belum pernah melihat orang seperti Beliau sebelum atau sesudahnya’.” (hal. 13)
Narasi tersebut adalah sebuah Hadis yang diceritakan dari Ali bin Abu Thalib. Sebuah teks yang berasal dari sahabat yang biasa membersamai Rasulullah SAW. Oleh karena itu, otentifikasi deskripsi sangat valid. Gambaran manusia agung, Muhammad SAW, sangat jelas perawakannya. Membangun narasi faktual melalui jalinan diksi disertai kebenaran mutlak dan dapat dipertanggungjawabkan.
Syamailul Muhammadiyah memang bukan satu-satunya buku yang dapat menjadi mediasi untuk lebih dekat dengan Rasulullah. Namun, buku ini bisa jadi salah satu wasilah agar kita jauh lebih mengenal karakter Nabi. Karena, dengan mengenal lebih baik terhadap pribadi Nabi, maka kita semakin niscaya untuk menjadikan Nabi SAW sebagai panutan dan teladan dalam kehidupan.
Sebagai umat muslim yang rindu kepada Rasulullah SAW, tidak ada salahnya jika kita berusaha dengan mengenal lebih baik. Dan kitab Syama’ilul Muhammadiyah adalah bagian dari upaya tersebut. Semoga kita dipandang sebagai umat yang cinta Rasulullah dengan cara membaca sirah Nabawiyah melalui buku Mengenal Pribadi Agung Muhammad SAW.
Masih banyak lagi catatan pribadi Muhammad SAW yang perlu kita hayati. Dan di dalam buku ini begitu rinci dijelaskan dan digambarkan. Buku yang saya baca ini adalah terbitan yang ke-29, Maret 2025. Sebuah realita animo masyarakat muslim yang begitu besar ingin mengenal lebih dekat dengan Rasulullah SAW. Wallahu A’lam!
Identitas Buku:
Judul Asli: Syama’ilul Muhammadiyah
Judul Terjemahan: Mengenal Pribadi Agung Muhammad SAW
Penulis: Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi
Penerjemah: Nila Noer Fajariyah
Editor: Yasir Amri
Jumlah Halaman: 208 hlm
Penerbit: Aqwam Solo Jawa Tengah
Cetakan ke: XXIX, Maret 2025