KANAAH
Merindumu adalah merindu kanaah

Sesuatu yang sederhana telah lama dimulai
sehalus jiwa merasuki nuraniku
sekotak makan yang didapat dari kondangan dan rapat
terselip kisah bahagia
sesuap demi sesuap kau ajarkan bagaimana berbagi
Kau suapkan di mulutku
Kita makan dan berkisah
Sejak saat itu aku mulai melakukan hal yang sama
Aku selalu merindu suapanmu dari apa yang aku bawa atau yang kau punya
Seperti di hari kemerdekaan ini
Kotak nasi dibuka
kau menyuapku dengan seribu kisah
berteduh di panas pelabuhan
sambil ditimpa cahaya garang dan angin yang santun
dari tempat kita makan kau menunjuk bangkai kapal di dasar laut yang biru
dalam pikiranku, mungkin suatu saat kita tidak lebih dari bangkai yang membiru dan kaku di ujung napas semesta
Kita meninggalkan pelabuhan yang gerah
berhenti dan minum air kelapa hijau di jalan aspal
Aku tampungkan sisa airnya untuk kubawa pulang
akan kuminum di pagi hari Minggu
Kau meneteskan sisa air kelapa dari batok kelapamu sendiri memenuhi kulahku
air itu memelihara dahagaku seumur hidup
Sebab itu bukan tentang air biasa
Itu kisah kita yang dalam maknanya
Kau telah menggiringku dari pekarangan dunia ini memasuki tubuh kanaah
menuntun dan membimbingku tidak kenal lelah
Ini tidak lagi tentang nasi yang aku makan dari suapanmu
Tidak juga tentang rasa air kelapa yang aku minum bersamamu
Ini tidak lagi tentang tirani yang suci
tidak lagi tentang gerakan sujud yang selalu salah aku lakukan
Ini tentang kanaah
Merindumu aku merindukan kanaah
Kupang, 17 Agustus 2025.
SEMUA JALAN TELAH RATA
Saat awal perjumpaan kita
aku mencurigaimu berkemah pada Al-Ghazali, Hasan Hanafi,Ibnu Khaldun
Sambil sesekali kau menyontekku sedang bersama Hegel, Marx, hingga Derrida
Saat kita berpisah dulu
pada wajahku telah kau pahatkan dengan begitu samar hitam putihnya Milan Kundera serta sedikit wajah pink Hegel
Aku menangkap kebebasan beranak pinak dari sebatang rokok yang setia kau plintir sebelum berasap
Mungkin, diam-diam kau semburkan pada jalan perpisahan kita
Kita berpisah dalam jarak yang jauh
Membuat platform hidup masing-masing
Sudah lama kabar tidak terjangkau
hingga akhirnya
aku mencoba mencocokan biji-biji realitas seorang diri
Membaca kenyataan
Mengurai ketimpangan
Mengkritisi kemapanan
Saat kita jumpa lagi
Semua jalan telah rata
Hanya ada sulur-sulur cahaya
Kupang, 18 Agustus 2025.
SUDAH KAU TULISKAN ITU DALAM SAJAKKU
Angin masih saja mengetuk jendela
Pohon yang sebatang kara itu
tetap tegak di pinggir pantai
tidak pernah lagi minta dipeluk
Hujan deras bagai badai
Namun suara rindu tidak lagi menyayat luka
Cinta adalah kepergian
selalu tentang kepergian
Luka dalam tangis
jangan perpanjang pedihnya
agar tidak ada yang keras kepala pada kelembutan embun, hangat matahari
juga sulur-sulur cahaya
lembut menyentuh
: tanpa bertanya
tanpa diminta
tanpa pamrih
hanya ada dan selalu ada
hanya setia dan selalu setia
Tak ada hari pamali
Tak ada hari suci
sebab semua hari adalah bukti kemurnian cinta ilahi bertabur mewangi
dalam taman yang nyaman
kau dituntunNya
Tak ada yang terluka
Tak ada yang dilepas
dan melepas
Kamis, 27 Maret 2025.
Sumber ilustrasi: lukisan Acep Zamzam Noor.