Kala Non-Muslim Nyantri di Aksara Pinggir

330 kali dibaca

Ngaji Kitab Tahliyah wa Targhib yang diasuh oleh Dr KH Heryono Tardjono pada Rabu Malam (25/11) kemarin berjalan seperti biasanya. Namun, ada yang berbeda dari jumlah santri yang ngaji. Bertambah sepuluh santri. Uniknya, mereka bukan berlatar dari golongan tradisional yang Islamnya kental. Mereka bahkan berlatar belakang nonmuslim.

Sepuluh santri kelas 9 ini merupakan utusan dari Sekolah Kristen Tirta Amarta BPK Penabur Cinere, Kota Depok, Jawa Barat. Delapan dari mereka beragama Nasrani, satu Islam, dan satunya Budha. Mereka dikirim ke pesantren kami, Aksara Pinggir, untuk ‘studi sosial’ tentang keberagaman dan kebudayaan yang berada di Kampung Sawah, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Advertisements

Sebelum Ngaji, saya ajak mereka istighotsah. Dan tanpa basa-basi semua mengikuti rangkaian istighotsah sampai selesai, tanpa ramai dan tanpa gaduh sekali. Baru kemudian Dr Hery, sapaan akrab Dr Heryono Tardjono, membuka pengajian dengan teman malam itu tentang Hari Santri. Dr Hery menjelaskan dengan gamblang apa, bagaimana, mengapa, dan siapa santri itu.

Di akhir sesi dibuka sesi pertanyaan. Kala itu pukul 22.00 WIB, dan mereka belum juga takluk oleh kantuk, justru malah melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis, di antaranya ialah mengapa Islam dengan sesama Islam saling perang, seperti kasus Irak versus Kuwait tahun 1990? Apa itu Aksara Pegon? Bolehkah nikah beda agama? Begitu lontaran pertanyaan mereka.

Dr Heryono menjawabnya dengan gamblang, Pertama, “mengenai Aksara Pegon, merupakan literasi yang dikembangkan oleh ulama Jawa, yang memang digunakan sebagai bahasa utama kurikulum pesantren saat itu, sekaligus metode untuk mengelabuhi Snouck Hurgronje supaya strategi pesantren untuk melawan penjajahan tidak terendus.” Begitu jawaban doktor alumnus Pondok Al-Mahrusiyah Lirboyo ini.

Kedua, “Nikah beda agama itu secara Islam hanya boleh kepada kafir kitabi, tapi sekarang kafir kitabi sudah tidak ada. Secara hukum positif di Indonesia jelas-jelas tidak ada legalitas, namun di kalangan akademisi masih menjadi pro-kontra. Meskipun, toh kamu menemukan pasangan nikah beda agama di Indonesia, kemungkinan salah satu di antara pasangan itu ngalah, sehabis itu ya kembali ke agamanya masing-masing.” Dengan damblang, Pengurus Lembaga Wakaf dan Pertanahan NU ini memberi jawaban. Sedang para santri yang mendengar terlihat menyimak dan beberapa ada yang mencatat.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan