Ironi 10 Malam Terakhir

41 views

Ramadan segera meninggalkan kita. Segala keutamaan dan kemuliaannya perlahan mulai sirna dari pandangan mata. Apalah daya dan upaya, lemahnya ilmu dan iman menjadi masalah utama. Padahal 14 abad yang lalu sang uswah telah berkata bahwa salah satu kemuliaan Ramadan terletak pada malam ketetapan-Nya.

Entah kenapa kaum muslimin seakan enggan tersadar, tak memahami ataukah pura-pura tak peduli. Padahal, lailatul qadar merupakan kunci meraih pahala lebih dari 83 tahun lamanya. Namun sekali lagi, hanya segelintir orang yang mau memanfaatkannya. Menghabiskan waktu untuk bersua dan bermunajat kepada-Nya, di tengah keheningan malam yang mempesona.

Advertisements

Pada 10 malam terakhir Rasulullah mengencangkan ikat pinggangnya. Ibarat pacuan kuda, sang penunggang memacu lebih cepat dari 20 hari sebelumnya. Tujuannya tak lain memenangkan dan membawa pulang piala qadar-Nya. Piala spesial yang melengkapi gelar takwa seorang hamba.

Tapi anehnya, bukannya masjid, musala, ataupun surau yang menjadi tujuan. Tak lain tak bukan pusat perbelanjaan, grosir pakaian hingga toko kue, bangunan dan makanan yang semakin padat tak tertahankan. Sungguh ironis, sang teladan mungkin akan kecewa jika kini melihat apa yang diperbuat oleh umatnya. Kesempatan emas untuk meraih pahala 1000 bulan terbuang percuma akibat hedonisme manusia yang tak seberapa.

Hati yang dipenuhi cinta dunia jadi akarnya, hingga lupa dan lalai akan perintah dari Sang Pencipta. Penyakit hubb ad-dunya secara brutal berefek pada kondisi hati dan mata, ditambah lagi minimnya literasi dalam ilmu agama. Ukhrawi tak lagi jadi yang utama, kehidupan dunia fatamorgana ini padahal hanyalah sementara. Manusia hakikatnya dicipta hanya untuk menghamba pada-Nya, namun begitu pulalah manusia ingkar akibat racun hubb ad-dunya.

Seandainya kaum muslimin mengetahui  esensi yang terkandung pada bulan puasa, maka pasti mereka akan berdoa semoga sepanjang tahun yang ada hanyalah bulan penuh ampunan dan pahala saja. Itulah sabda Yang Mulia junjungan alam semesta.

Sungguh pada ironi 10 malam terakhir, aku tak tahu lagi harus berkata apa. Masjid sepi di tengah pasar yang sesak, salat tarawih dan irama tadarus semakin hening di antara padatnya kantung belanjaan kaum muslimin yang ada. Keserakahan nafsu diperturutkan, amal ibadah semakin dipinggirkan, naudzu billah min dzalik

Ironi 10 malam terakhir, ada yang mengejar citra demi penduduk dunia. Mengemas dan menghias tampilan rumahnya hingga indah membahana. Tapi mereka lupa menghias hati dan amal untuk Allah Sang Pencipta, guna meraih takwa dan surga seluas bumi langit beserta isinya.

Ironi 10 malam terakhir, adapula yang menyibukkan diri dalam menghidangkan menu makanan istimewa, padahal khatmil qur’an masih jauh dari kata sempurna. Ramadan bulannya kitab suci yang mulia, diturunkan di gua Hira bersama manusia paling mulia dan sempurna. Entah mengapa seakan mereka lupa untuk mengkhatamkannya, padahal sesungguhnya menyempurnakannya di bulan puasa lebih baik daripada pada bulan-bulan lainnya.

Tolong ampuni kami Yaa Allah…
Tolong jangan siksa kami Yaa Rabbi…
Tolong sadarkan dan pahamkan kami agama ini Yaa Ghaffar…
Tolong berikan hidayah dan pertolongan-Mu kepada kami…
Jangan biarkan kami terus-menerus terperangkap dalam ironi ini…
Setiap tahun silih berganti, tanpa memaknai hakikat bulan kemuliaan ini…
Ironi 10 malam terakhir ini, harus kita sudahi…
Menjadi pribadi baru yang lebih baik lagi…

Multi-Page

Tinggalkan Balasan