Ideologi Pancasila dalam Perspektif Islam

67 views

Sebagaimana dijelaskan dalam sejarah, bahwa Pancasila lahir dari perjuangan bangsa Indonesai. Sebagai dasar negara, Pancasila bukan sebagai hadiah atau pemberian dari negara kolonial. Pancasila lahir dengan segala bentuk perjuangan dan pengorbanan. Karena itu kita harus berdaya upaya menjaga nilai luhur Pancasila agar selalu terjaga dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab.

Memang, Jepang membuat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Maret 1945. Namun hal ini bukan berarti kemerdekaan itu hadiah dari Jepang. Akan tetapi, realitasnya negara Jepang tetap ingin mencengkeram bangsa Indonesai dengan cara-cara licik, termasuk iming-iming kemerdekaan. Penjajah itu mempunyai berbagai taktik licik untuk tetap menjadi negara kolonial, demi mengeruk keuntungan dari negara jajahannya.

Advertisements

Setelah terbentuk BPUPKI, pertama kalinya badan ini mengadakan rapat pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Muhammad Yamin mengajukan konsep dasar negara pada 29 Mei 1945. Konsep tersebut meliputi; peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Sementara itu, Prof Dr Soepomo, pada 31 Mei 1945 mengajukan konsep dasar negara Indonesia meliputi persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir batin, musyawarah, dan keadilan rakyat. Berikutnya, Ir Soelarno menyatakan lima konsep dasar negara, yaitu:kebangsaan, kemanusiaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang berkebudayaan.

Dari berbagai sumber sejarah, kita ketahui bahwa teks Pancasila memerlukan pikiran yang tidak sederhana. Memerlukan waktu yang tidak sedikit, serta memaksimalkan daya dan upaya untuk menemukan konsep dasar negara yang sesuai dengan karakter bangsa. Bangsa Indonesia terdiri dari beragam etnis, agama, adat, dan budaya. Maka diperlukan konsep dasar negara yang bisa mengayomi seluruh keberagaman sehingga tidak ada yang tersingkirkan. Dan dengan segala kemampuan, para pemimpin kita yang terdiri dari banyak perwakilan akhirnya mampu menyusun konsep Pancasila sebagaimana kita ketahui saat ini.

Panitia Sembilan merupakan panitia terakhir yang membahas tentang rumusan Pancasila. Panitia ini akan membuat rumusan dasar negara yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila. Sedangkan, ketua Panitia Sembilan adalah Ir Soekarno. Anggota lainnya, Drs Mohammad Hatta (wakil ketua), Mr Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota), Mr Prof Mohammad Yamin SH (anggota), Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota), Abdoel Kahar Moezakir (anggota), Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota), Haji Agus Salim (anggota), dan Mr Alexander Andries Maramis (anggota).

Panitia Sembilan ini kemudian menghasilkan rumusan dasar negara pada 22 Juni 1945 yang dikenal dengan nama “Piagam Jakarta.” Dalam Piagam Jakrata ini dirumuskan teks Pancasila sebagai berikut:

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam beberapa menit sebelum konstitusi disahkan, terjadi perubahan redaksi Pancasila. Pada sila pertama, berubah dari “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Perubahan ini bukan sebuah kekalahan mayoritas muslim di Indonesai. Tetapi, sebuah toleransi terhadap agama-agama lain yang ada di Indonesai. Dan kenyataannya, Pancasila tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Pancasila Sebagai Ideologi

Sebagai ideology bangsa, maka segala hal terkait norma kehidupan dan berkehidupan sosial bangsa Indonesia harus selaras dengan Pancasila. Sebagai ideologi, artinya Pancasila harus dijadikan sandaran untuk menjalani hidup. Ideologi secara bahasa adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.

“Dan orang-orang yang telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran darinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Al-Hasyr: 9)

Ada beberapa konsep pokok yang terdapat dalam Pancasila. Pertama, ketuhanan, yaitu kewajiban terhadap bangsa untuk percaya dan meyakini konsep ketuhanan. Kepercayaan ini tidak dibatasi oleh agama tertentu. Namun, keberadaan agama di Indonesai harus ada legalitas dari pemerintah.

Kedua, kemanusiaan, artinya segala hal yang ada hubungannya dengan komunikasi yang baik. Terdapat konsep keadaban dalam hubungan manusia dengan manusia lainnya. Ketiga, persatuan/kesatuan, untuk membangun bangsa dan negara yang kuat. Sebab hanya dengan persatuan dan kesatuan, eksistensi bangsa dan negara akan mempunyai marwah dan pengaruh untuk negara lain di kancah dunia.

Keempat, musyawarah, yaitu mendiskusikan segala hal untuk mencapai nilai terbaik. Dengan cara musyawarah, kita akan menghasilkan kesepakatan yang diterima oleh semua kalangan. Dalam bahasa al-Quran, “Wasyawirhum fil’mr,” (dan hendaknya bermusyawarah dalam segala urusan), yang menunjukkan bahwa musyawarah, rapat, diskusi, dan bentuk mufakat adalah hal yang sangat penting dalam kahidupan.

Kelima, keadilan, artinya nilai adil harus memenuhi segala aspek kehidupan. Keadilan itu akan tercapai apabila semua pihak sepakat dan puas terhadap sebuah keputusan. Meskipun ini terkesan berat, namun setidaknya, dengan cara dimaksimalkan, upaya-upaya keadilan akan berdampak positif. Membangun keadilan harus menjadi ciri khas bangsa, baik pejabat yang bertanggung jawab atas kebijakan, maupun rakyat awam yang mesti menjalani kehidupan di lingkungannya sendiri.

Perjanjian Luhur Pancasila

Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa adalah keputusan final bagi bangsa Indonesia yang harus diamalkan dan dilestarikan oleh seluruh rakyat Indonesia. Keberagaman yang terdapat pada masyarakat Indonesia merupakan salah satu faktor yang menjadikan Pancasila sebagai perjanjian luhur.

Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Ripublik Indonesia telah diterima secara luas dan bersifat final. Hal ini juga tertuang dalam konstitusi yang telah ditetapkan dan disahkan. Ketetapan ini bersifat mengikat dan harus diindahkan oleh seluruh bangsa. Sehingga teks Pancasila bukan sekadar simbol dan pelambang yang tak punya makna. Tetapi, harus dijadikan pegangan untuk tetap menjaga keutuhan bangsa.

Karena itu, Pancasila harus tetap menjadi pokok ideologi. Sebagai sumber dari segala sumber hukum. Setiap gagasan dalam hidup dan berkehidupan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Pancasila dibangun atas sebuah keberagaman. Merangkul seluruh komponen bangsa agar nyaman dalam berbangsa dan bernegara. Dan Pancasila telah terbukti mampu mengikat komponen bangsa dalam kesatuan dan persatuan di bawah dasar negara, Pancasila.

Nilai-Nilai Pancasila

Di dalam teks Pancasila terkandung nilai-nilai yang harus kita pahami. Nilai-nilai Pancasila ini harus menjadi pegangan dalam segala aktivitas kita. Sebab, dengan cara berpegang teguh terhadap nilai-nilai Pancasila, kita akan mencapai cita-cita bangsa yang tertuang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Yaitu, membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara, di negara dengan mayoritas penduduknya adalah muslim, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila juga sama sekali tak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Berikut adalah penjelasannya:

Pertama, meyakini akan keesan Tuhan.

Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Mahasuci Allah yang memiliki ‘Arsy dari apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiya: 22).

Tuhan adalah dzat yang harus kita sembah. Percaya kepada keesaan Tuhan merupakan kewajiban bangsa Indonesai. “Demokrasi ketuhanan” menjadi norma pokok dalam kehidupan bangsa Indonesai. Jadi, sebagai bangsa Indonesai harus percaya kepada keesaan Tuhan. Ateis tidak ada tempat hidup di negara Indonesai. Sebab, ateis tidak percaya akan eksistensi Tuhan.

Kedua, etika hubungan antarmanusia.

Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa dia antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal” (QS. al-Hujurat: 13).

Komunikasi antara seseorang dengan orang lainnya, diatur dalam Pancasila, terutama dalam sila kedua; Kemanusiaan yang Adil dan Beradap. Sila ini menjelaskan bahwa hubungan antarmanusia harus berdasarkan atas saling menghormati satu sama lainnya. Tidak boleh saling menghina, saling meremehkan, dan juga saling menjatuhkan baik secara verbal maupun nonverbal. Membangun nuansa kesalingan dalam kebaikan, sehingga terjadi kehidupan dengan damai dan berbahagia.

Ketiga, menjaga persatuan dan kesatuan.

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat.” (QS. Ali Imran: 105).

Persatuan dan kesatuan merupakan hal penting dalam kehidupan bersangsa dan bernegara. Persatuan dan kesatuan merupakan perwujudan dari sifat gotong rotong. Saling bahu membahu dalam usaha mempertahankan keutuhan bangsa dan negara.

Keempat, membangun karakter musyawarah.

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Syura: 38).

Di atas disinggung bahwa dalam al-Quran dikatakan “Wa amruhum syura bainahum” (dan dalam setiap urusan hendaknya selalu dimusyawarahkan). Hal ini menunjukkan bahwa di dalam musyawarah mengandung hikmah atau manfaat. Jika kita selalu mengambil keputusan dengan cara dimusyawarahkan, dirapatkan, dan didiskusikan dengan cara yang makruf, baik, dan transparan, maka keputusan itu jauh lebih baik daripada keputusan sepihak. Biasanya, keputusan sepihak penuh dengan kepentingan pribadi atau golongan, maka dalam hal ini akan mengecewakan pihak lain.

Kelima, bertindak adil dan bijak.

“Berlaku adillah karena adil (adl) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8).

Keadilan dalam segala aspek kehidupan merupakan hal yang sangat penting. Karena keadilan itu sendiri menyangkut pribadi dan golongan. Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai.

Meskipun demikian, bukan berarti kita apatis terhadap upaya membangun keadilan. Kita harus tetap semangat, berkomitmen, dan memaksimalkan teknis dalam menciptakan suatu keadilan yang sesungguhnya. Bukan keadilan semu yang hanya terjadi dalam retorika, tetapi benar-benar menyentuh terhadap hajat hidup setiap bangsa.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan