IBADAH DI TUBUHMU

2,048 kali dibaca

IBADAH DI TUBUHMU

Beberapa cahaya yang lamat masuk ke kamar kita
Mengisi ruang-ruang kosong, di hatimu dan hatiku
Lalu menjadi doa yang gemulai mengitari saban adegan
Sedangkan kita, terlumat dalam hangat di tengah kedinginan

Advertisements

Aku menyelam ke dasar hatimu
Melalui pori-pori yang sedikit basah
Sedangkan aroma tubuhmu yang kukenal akrab
Adalah nikmat yang kucintai tanpa sebab

Detak jam tak lebih cepat dari detak jantung
Ia menghunus segala gelap yang diciptakan malam
Subuh adalah waktu yang tak dirindukan
Sebab berpetualang di tubuhmu adalah ibadah paling nyaman

Air dari kulit-kulit kita mengucur,
Seumpama hujan yang berwarna sepi
Berjatuhan tanpa memberitahu tanah
Dan mengguyur tanpa sedikit pun suara

Sumenep,  2022

OBITUARIUM HUJAN

Entah
Ingin kukisahkan kematian siapa
Gagak memilih murung di balik cendana
Kau termenung di balik rindumu sendiri
Sedangkan hujan berkali-kali rintik di batang hidungmu

Obituarium hujan
Pun tak benar-benar ada
Sebab katamu hujan tak pernah mati
Hanya berlabuh pada pelukan rindu, lalu pamit lagi, menuju muasal

Air mata di pipimu
Sesekali diseka oleh jemarimu sendiri
Yang cemburu, sebab tanganku lebih memilih menggenggam hatimu

Obituarium hujan: tak akan pernah ada

24 Oktober 2022

SEPASANG SANDAL

Sepasang sandal mencabuli jalanan
Menerabas tubuh-tubuh cuaca
Bergantian, dari hulu pandangan
Menuju hilir bernama kesetiaan

Tak ada diskusi panjang
Tentang jarak yang harus dilamat
Percakapan mereka hanya ihwal siklus
Sejak rindu menjadi temu

Selepas ruang kosong
Sepasang sandal menemui takdirnya
Mendengarkan primbon aspal yang ringkih
Menyaksikan neon jalanan yang pendar
Lalu menemui cinta kita, yang nyaris tanpa belukar

24 Oktober 2022

DI SUDUT KAMAR

kurebahkan: tubuh dan nasib
agar tak terkutuk oleh doa-doa masalalu
membiarkannya pulas, sejenak
setidaknya untuk merentangkan kantuk

kipas angin: kusebut ia sebagai kesetiaan
bahkan sepanjang mimpiku menyelesaikan skenarionya
ia tetap mengitari saban tubuhku
sepanjang itu juga, ia menatap lugu

Jam tak hanya menjadi ornamen
Detiknya mengajak detak jantung berdialog
Memainkan organ tunggal dengan lincah
Menghibur resah yang tak sempat dilumat semesta

Radio menyajikan suara pujangga
Yang sedang menyairkan kemolekan kata
Mencuri perhatian tubuhku yang lunglai
Menaifkan tubuhmu yang gemulai

24 Oktober 2022.

ilustrasi: indonesiafineart.blogspot.com

Multi-Page

Tinggalkan Balasan