Hoaks dan Kesalehan Sosial

709 kali dibaca

Berita bohong atau yang sering kita sebut dengan hoaks, seperti menjadi momok menakutkan dalam kehidupan sosial. Fenomena ini menjadi perbincangan hangat di berbagai diskusi dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Tentu, hal ini dipengaruhi oleh kemajuan akses sosial yang berkesinambungan dengan basis teknologi mutakhir. Fasilitas teknologi menawarkan berbagai fitur yang memudahkan hoaks menjadi makanan masyarakat sehari-hari.

Hoaks sering ditemukan di berbagai tempat dan wadah tertentu. Menurut survei yang diadakan oleh Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), pada 2017 hingga 2019, media sosial menempati urutan pertama sebagai saluran penyebaran hoaks. Sedangkan, aplikasi online chatting dan website menempati urutan selanjutnya. Wujud muatan yang diindikasikan sebagai hoaks paling besar berupa teks naratif, foto, dan video. Hoaks secara serius merambah kalangan masyarakat produktif, yakni antara usia 16 hingga 55 tahun.

Advertisements

Fakta mengenai hoaks tersebut merupakan representasi dari kegagalan transformasi iman, ketaatan, dan kesalehan. Mengapa demikian? Banyak orang mengabaikan kemaslahatan masyarakat yang lebih luas, demi memperoleh keuntungan komersial, kepentingan egosime, dan reputasi sosial belaka. Tentu hal ini melenceng jauh dari garis etik serta akhlak sebagai seorang muslim.

pengejawantahan keimanan pada diri seorang hamba harus diinterpretasikan secara luas. Konsepsi bahwa iman hanya berkutat pada lingkup teologis yang transenden kiranya perlu direnungkan kembali. Keberadaan iman seharusnya menyentuh dimensi realitas dan kemasyarakatan secara masif. Sebab, konsep agama Islam sangat menjunjung tinggi hubungan antarsesama manusia (hablum minannas).

Hamzah Ya’qub dalam bukunya Etika Islam, mengutarakan, bahwa penyelarasan segala aspek dalam kehidupan yang boleh maupun yang tidak boleh dilakukan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama Islam. Hal ini mensyaratkan bahwa segala tindakan seorang hamba bijaknya memperhatikan nilai dan batasan dalam agama, termasuk dalam hal ini adalah mengenai isu hoaks. Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. an Nahl ayat ke-105 yang berbunyi,

اِنَّمَا يَفْتَرِى الْكَذِبَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِۚ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰذِبُوْنَ

Artinya: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong

Syekh Muhammad bin Abu Bakr al Razi pun dalam karyanya Mukhtar al Sihah, menegaskan, Islam mengajarkan tuntunan untuk menyampaikan berita dengan petunjuk dan jalan yang benar. Jadi, apabila masih ada seorang muslim yang masih serius menanggapi atau bahkan berperan dalam transmisi hoaks, maka implementasi keimanannya kepada Tuhan juga perlu dipertanyakan.

Tabik. Wallahu A’lam bi as Showaab

Multi-Page

Tinggalkan Balasan