Dhou al Mishbah, Kitab Warisan Mbah Hasyim

352 kali dibaca

KH Hasyim Asy’ari merupakan salah satu ulama berkebangsaan Indonesia yang menganut paham Ahlussunah wal Jamaah. KH Hasyim Asy’ari atau Mbah Hasyim juga merupakan pahlawan nasional yang sejarahnya juga masuk dalam kurikulum pendidikan umum. Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) ini juga diberi gelar Hadratussyeikh, lantaran sudah menghafal kitabus sittah. Mbah Hasyim juga disebut Syaikhul Masyayikh karena menjadi gurunya para guru. Keberadaan NU juga tidak bisa dilepaskan dengan namanya.

Sebagai ulama terkemuka, Mbah Hasyim juga banyak meninggalkan kitab karangannya yang terus dikaji banyak santri di Indonesia hingga kini. Salah satunya adalah kitab Dhau al Mishbah fi Bayani Ahkami An-Nikahi.

Advertisements

Dhau al Mishbah Fi Bayani Ahkami An-Nikah merupakan kitab karangan KH Hasyim Asy.ari yang tidak seperti kebanyakan genre karangannya, fikih. Berbeda dengan kitab ini yang merupakan ringkasan terkait pernikahan. Ulama yang lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren ini mengarang kitab dengan jumlah halaman 21 yang mana dapat ditemukan di Maktabah Tsuraya Jombang yang merupakan pesantren yang diasuhnya dahulu.

Di dalam pengantarnya, Mbah Hasyim mengungkapkan bahwa kitab ini ditulis sebab banyaknya santri yang secara usia telah matang untuk mengarungi bahtera rumah tangga, namun belum mengetahui rukun, syarat, serta adab menikah. Sehingga perlu dibuatkan panduan sebelum menikah dengan suatu karya, yakni kitab Dhau al Mishbah.

Hadratussyeikh begitu pedulinya terhadap santri agar mempermudah dalam mengkaji kitab ini. Kitab ini dibagi menjadi tiga bagian, yakni bab awal, bab kedua, dan penutup yang berisi hak istri dan hak suami. Dengan pembagian ini, memudahkan santri ketika mengaji kitab ini sehingga sudah terfokus pada satu bahasan pokok.

Dengan struktur tersebut, kitab ini mudah menjadi untuk dipahami dan dicerna. Pembahasannya fokus pada satu poin serta menyebutkan pendapat dari beberapa tokoh yang relevan. Hal ini menunjukkan bahwa kitab ini memiliki nilai sendiri di mata santri, sebab menggabungkan beberapa pandangan dalam satu pokok bahasan. Hal ini makin memperkuat data atau teori sehingga tidak gampang untuk dipatahkan isinya. Selain itu juga menunjukkan kerendahan hati Mbah Hasyim untuk mengajak santri melihat beberapa pandangan ulama lain dalam menentukan suatu putusan.

Di bab awal dibahas tentang hukum-hukum nikah. Di dalamnya terbagi menjadi beberapa pendapat. Di antaranya, tujuan menikah yakni untuk meneruskan keturunan, menjaga farji, serta amal-amal akhirat lainnya. Hukum nikah nyatanya tidak hanya paten satu, namun fleksibel sesuai dengan kondisi.

Demi mendapatkan teman hidpu yang baik, kriteria pasangan serta memilihnya juga diulas di kitab ini dengan cukup gamblang. Dalam hal ini sebaiknya calon pasangan melihatnya sendiri tanpa perantara. Selain secara fisik, sikap dan watak calon istri atau pasangan juga perlu diperhatikan. Di samping untuk memenuhi kebutuhan badan, menikah juga memiliki manfaat yang lebih dari itu. Akad yang menghadirkan atau disaksikan oleh orang saleh ketika menikah merupakan hal yang baik dengan harapan mendapat berkah dari orang saleh tersebut. Kesunahan lain bagi calon pengantin dan keluarganya pun ada di kitab ini.

Di bab dua dibahas terkait rukun menikah. Rukun yang lima ,yaitu shighat, pengantin putri, pengantin putra, wali, serta saksi dijelaskan dengan gamblang. Shighat di sini diartikan semacam serah terima sebelumnya antara wali dengan pengantin putra. Shighat perlu diperhatikan secara terperinci sebab ada kriteria tersendiri agar bisa sah serta tata caranya. Untuk rukun lainnya diberikan keterangan syarat-syarat yang memenuhi agar menikah tersebut dapat memenuhi rukun.

Di bagian penutup, berisi hak istri dari suami dan sebaliknya. Pernikahan tidak hanya asal hidup bersama namun juga tidak mengesampingkan kenyamanan pasangan. Hak istri memiliki porsi yang lebih banyak dari hak suami dalam kitab ini. Mungkin dengan mendetail perempuan beserta kebutuhannya berdasarkan teori ulama terdahulu serta firman Allah yang relate dengan kehidupan di sepanjang jaman. Sehingga perempuan lebih diperhatikan dengan terperinci. Hal ini mengingat perempuan harus melayani suami dengan segala kondisi sehingga hak-hak istri mesti diperjelas secara lebih sehingga laki-laki sadar dan mengetahui kerumitan seorang perempuan.

Adapun di pengujung kitab, KH Hasyim Say’ari menyebutkan kriteria perempuan yang terdiri dari tiga jenis. Pertama, perempuan yang memamerkan diri di luar rumah di siang hari. Kedua, perempuan yang melempar pandangan pada lelaki. Dan, yang ketiga, perempuan yang mengeraskan suara sehingga orang lain dapat mendengar suaranya.

Kitab ini pantas dikaji sebagai bekal untuk menjalin hidup berumah tangga bagi santri yang telah berusia matang. Sehingga masing-masing dari laki-laki maupun perempuan mengetahui hak dan kewajibannya, sehingga bisa menghindari terjadinya kesalahpahaman yang dapat meretakkan hubungan rumah tangga. Kitab ini juga mudah didapatkan di toko buku online maupun offline dengan harga yang terjangkau semua kalangan.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan