LANGKAH DI UJUNG PAPAN TULIS
Pagi datang bersama bunyi sepatu
menyusuri lorong dengan dinding kusam
dan papan tulis yang mengendap debu.
Di dalam ruang itu,
ada cahaya kecil
yang tak tergantung pada lampu.

Ia hidup dalam mata yang bertanya,
tangan yang mencatat
dan diam yang mengendapkan makna.
Setiap huruf di lembaran lusuh
adalah tangga menuju jendela
tempat dunia tak lagi terasa jauh.
Meski jalan pulang berlumpur
dan perut menahan waktu makan,
langkah-langkah tetap menapak,
karena dalam tiap kalimat
ada api yang tak ingin padam.
Papan tulis penuh coretan
adalah wajah dari semesta yang sedang tumbuh,
dan setiap hari yang dilewati
adalah lembar sejarah
yang tengah ditulis dengan peluh.
DINDING TANPA KALENDER
Hari-hari tak dihitung dengan angka,
ia hadir dalam cerita yang berganti
di sudut ruang beratap seng
dengan bangku yang telah aus dimakan waktu.
Tak ada lonceng emas
atau karpet merah menyambut pagi,
hanya papan kayu dan kapur
yang berseru dalam sunyi:
segalanya bisa dimulai dari sini.
Ada anak-anak dengan wajah tanah,
membawa harapan dalam tas sobek
dan nama-nama asing di kepala
yang mereka hafalkan
seperti mantra penyala bara.
Waktu berjalan pelan,
namun tak ada yang sia-sia
dalam tiap halaman yang terbuka
karena dunia bisa berubah
dari sebuah kalimat
yang dipahami dengan hati terbuka.
BATU BATA DAN SUARA PENSIL
Di balik suara pensil yang menyeret pelan
pada kertas lusuh yang penuh garis
terdengar mimpi-mimpi kecil
yang tak henti mengeja hari depan.
Setiap huruf seperti doa