Deep Fake dan Penyebaran Hoaks di Tahun Politik

556 kali dibaca

Belakangan ini ramai di media sosial suara yang menyerupai Presiden Joko Widodo menyanyikan berbagai genre lagu. Yang paling ternama adalah lagu  “Asmalibrasi” yang mendapat view lebih dari 1,9 juta kali, dibagikan lebih dari 25.600 warganet dan disukai hingga 182.200 pengguna.

Pakar komunikasi digital Universitas Indonesia, Firman Kurniawan menjelaskan jika suara yang mirip Presiden Joko Widodo merupakan produk kecanggihan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang disebut sebagai deep fake. Ini merupakan produk yang mampu menirukan wajah, suara, mimik muka, intonasi, hingga logat seseorang.

Advertisements

Meskipun deep fake bagus untuk kemajuan teknologi, namun dalam kontestasi politik, deep fake dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan hoaks atau berita bohong dan konspirasi yang memecah persatuan. Hal ini dijelaskan oleh Pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya tentang bagaimana deep fake dapat merusak citra politik.

Menurut Alfons Tanujaya dapat dimanfaatkan seseorang untuk menyerang lawan politik dan menghancurkan elektabilitasnya. Hal ini lebih mudah dilakukan karena deep fake sangat sulit dibedakan oleh masyarakat. Sehingga peluang masyarakat tertipu dan terprovokasi akan semakin besar.

Pendorong Hoaks dan Konspirasi

AI dapat menjadi faktor pendorong dalam penyebaran hoaks dan konspirasi. Teknologi ini dapat digunakan untuk menghasilkan konten palsu dan manipulatif seperti gambar dan video yang sulit dibedakan dari konten asli. AI juga dapat digunakan untuk membuat akun palsu di media sosial dan mengotomatiskan penyebaran konten yang tidak benar atau tidak terbukti.

Menurut sebuah penelitian oleh OpenAI, sebuah organisasi riset AI, teknologi deep learning dapat digunakan untuk membuat teks yang sangat mirip dengan gaya penulisan manusia. Dengan demikian, AI dapat digunakan untuk membuat artikel palsu atau memperkuat narasi konspirasi.

Tidak hanya itu, AI juga dapat mempercepat penyebaran hoaks dan konspirasi. Dalam lingkungan digital yang cepat dan tanpa batas, AI dapat menyebarluaskan konten palsu dengan sangat cepat melalui jaringan sosial. AI juga dapat membuat algoritma yang dapat menyesuaikan konten yang ditampilkan pada setiap pengguna sehingga dapat lebih mudah menyebarluaskan hoaks dan konspirasi kepada orang yang lebih rentan terhadap informasi palsu.

Mengatasi Penyebaran Hoaks

Untuk mengatasi penyebaran hoaks dan konspirasi dengan bantuan AI, diperlukan langkah nyata dengan gabungan semua pihak. Kita perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya penyebaran hoaks dan konspirasi dan bagaimana teknologi AI dapat memfasilitasi hal ini. Pemerintah dan lembaga masyarakat harus berkolaborasi untuk menyediakan edukasi dan sumber daya untuk membantu masyarakat membedakan antara informasi yang benar dan tidak benar.

Selain itu, kita juga perlu mengembangkan teknologi AI yang dapat membantu mendeteksi dan mencegah penyebaran konten palsu dan konspirasi. Perusahaan teknologi seperti Facebook, Twitter, dan Google telah memulai langkah-langkah dalam hal ini, seperti menggunakan algoritma dan kecerdasan buatan untuk mengidentifikasi konten palsu dan menonaktifkan akun palsu. Namun, perlu ada upaya yang lebih besar dalam mengembangkan teknologi AI yang lebih canggih untuk memerangi penyebaran hoaks dan konspirasi.

Dalam hal ini kita mengetahui bahwa AI dapat menjadi faktor pendorong dalam penyebaran hoaks dan konspirasi. Teknologi ini dapat digunakan untuk membuat konten palsu yang sulit dibedakan dari konten asli dan menyebarluaskkan, teknologi AI juga dapat mempercepat penyebaran hoaks dan konspirasi melalui media sosial. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya penyebaran hoaks dan konspirasi serta mengembangkan teknologi AI yang dapat membantu mendeteksi dan mencegah penyebaran konten palsu.

Maka peran masyarakat dan perusahaan teknologi sangat penting dalam memerangi penyebaran hoaks dan konspirasi. Masyarakat dapat memperhatikan sumber informasi yang mereka terima dan memverifikasi kebenaran informasi tersebut sebelum membagikannya. Sedangkan perusahaan teknologi dapat memperkuat upaya mereka dalam mengidentifikasi konten palsu dan menghapusnya dari platform mereka.

Namun, kita juga perlu menyadari bahwa teknologi AI bukanlah satu-satunya faktor penyebab penyebaran hoaks dan konspirasi. Ada banyak faktor lain, seperti ketidakpercayaan terhadap media mainstream, polarisasi politik, dan kelompok-kelompok yang mengadopsi teori konspirasi sebagai bentuk identitas atau keyakinan. Oleh karena itu, solusi jangka panjang untuk masalah ini harus mencakup upaya yang lebih luas dalam membangun kepercayaan dan mempromosikan kesadaran kritis di masyarakat.

AI harus digunakan sebagai alat untuk memerangi masalah penyebaran hoaks dan konspirasi. Untuk itu, upaya yang terus menerus dan berkelanjutan diperlukan dari semua pihak untuk membangun lingkungan informasi yang aman dan terpercaya bagi masyarakat.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan