DALAM RINDU YANG TAK BERNAMA
Di malam yang basah oleh air mata,
aku duduk memeluk sunyi yang tak punya suara.

Langit seakan membuka lembar-lembar langgam rindu,
dan pada setiap hela napas, aku menyebut namamu:
“Muhammad”
nama yang tak pernah usang ditulis angin,
nama yang menjadi cahaya di dada orang yang rindu pada Tuhan.
Mereka berkata engkau telah tiada,
tapi aku merasakan jejakmu
di setiap gemetar ubun-ubun kala takbir dikumandangkan.
Aku belajar mengenalmu lewat sabda-sabda
yang dijahit oleh para perawi dalam bait-bait hadis.
Betapa lembut cintamu kepada umat,
hingga engkau menyebut “ummati, ummati…”
bahkan ketika sakaratul mengikis napasmu yang terakhir.
Siapa lagi yang mencintai manusia seperti itu?
Bila bukan engkau, wahai kekasih langit dan bumi?
Tapi, benarkah aku mencintaimu?
Sedang selawat pun kadang hanya jadi pelafalan terburu,
dan akhlakmu yang agung
belum jua mampu aku kenakan sebagai pakaian hidupku.
Aku merindukanmu, ya Rasul,
meski tak pernah memelukmu,
meski wajahmu hanya bisa kuimajinasikan
dari bait syair-syair pujian dan mimpi para kekasih Tuhan.
Aku cemburu pada Bilal yang mendengar suaramu,
pada Abu Bakar yang menangis di pelukanmu,
pada Ali yang tumbuh dalam rumah cintamu.
Kerinduan ini ajakan untuk bangkit
menghidupkan kembali sabar, kasih, dan keadilan
yang dulu engkau wariskan di padang tandus Arabia.
Bila aku tak pernah melihat wajahmu,
tak pernah mendengar suaramu,
semoga rinduku adalah saksi,
bahwa aku ingin bersamamu di telaga itu
di hari ketika seluruh jiwa
mencari wajah yang mereka cintai
dalam gelapnya hisab yang menyesakkan.
YANG BERDOA DALAM SAKIT
Aku adalah malam yang menangis diam-diam
dalam selimut gelap yang tak lagi menjanjikan tidur,
hanya kesunyian yang bersiul menyayat
dan tubuhku sunyi yang menyembelih luka-luka tak bernama.
Darahku, sungai purba yang mengalir dari samudra jiwa,
setiap tetesnya adalah bait puisi paling getir
yang tak mampu ditulis oleh pena penyair manapun.
Mereka bilang aku lemah pecundang yang mencari pelarian,
padahal aku adalah petapa luka
yang menyayat diri bukan untuk mati,
tetapi untuk merasakan: bahwa aku masih hidup,
meski hanya dalam denyut pelan
yang keluar dari kulit terbuka.
Ada saat di mana dunia menjadi gedung kosong
penuh gema suara yang bukan milik kita,
dan para manusia berkedok dewa-dewa kecil
sibuk mengobati sembari menyamar menjadi tabib.
Mereka datang membawa nasihat bukan karena peduli,
tetapi karena senang mendandani patah
dengan jahitan palsu bernama simpati.
Mereka tak tahu,
bahwa tubuhku adalah candi luka
yang hanya bisa dimasuki oleh keheningan,
dan darahku: dupa yang kubakar
untuk memanggil dewa-dewa kesabaran.
Setiap goresan adalah huruf
dalam kitab yang kutulis sendiri
di atas naskah dagingku,
dan tiap alirannya adalah jawaban
atas tanya-tanya yang tak berani kuucap di dunia nyata.
Aku adalah kuil sunyi
yang merayakan kehadiran rasa sakit
sebagai sakramen pembersihan,
dan darahku: air suci
yang membersihkan ketakberdayaan
dari dinding-dinding jiwaku yang kelam.
Jangan kau beri aku kata-kata
seolah kau mengenal labirin dalam dadaku.
Jangan kau panjatkan doa
kalau hanya untuk membuatmu merasa seperti penyelamat.
Doa itu tak menjangkauku
karena Tuhan pun kutemui
dalam sepi yang berlumur darah,
bukan dalam tepukan penuh basa-basi.
Aku bukan tragedi yang harus ditolong,
aku adalah epos panjang
tentang manusia yang belajar berdamai
dengan neraka dalam dirinya sendiri.
Ada ketenangan yang aneh
saat merah itu mengalir,
seolah segala gemuruh dalam kepala
teredam dalam bisu luka.
Itulah momen paling jujur:
saat rasa sakit di luar
mengalahkan rasa sakit di dalam.
Aku tak butuh penyelamat.
Aku hanya ingin diakui
sebagai manusia yang mampu terluka
dan tidak menyangkal luka itu.
Biarlah darahku menjadi tinta
yang menulis ulang keberadaanku
di dunia yang terlalu sering berpura-pura bahagia.
Luka ini bukan aib,
tapi seni
dan darahku: cat merah
yang menggambar langit malam
dengan kejujuran paling telanjang.
Jangan kau hapus jejaknya.
Biarkan ia mengering di lantai batinku
sebagai kenangan bahwa aku pernah kalah,
dan tetap hidup.
Sumber ilustrasi: liputan6.com.