CELURIT MUSIM PANAS

377 kali dibaca

CELURIT MUSIM PANAS

malam sudah benar-benar tembus pandang
maut tak punya tempat untuk menepi
hingga pada sepi yang koyak,
kesunyian yang berderak
mata nyalang mesti memburu bayang-bayang
:entah patahan dahan, entah pahatan kematian
samsu yang terperangkap gelap
menggelinding ke balik bebukit kelam

Advertisements

dendam macam apa dibendungnya?

tiba-tiba malam semakin pekat
gagak teriak dengan suara serak
runcing hujan mengecup sebilah celurit warisan
lihatlah, bagaimana kesedihan memawar

samar-samar gending mengirim getar kenangan
setelah tebasan pertama
darah mengucur dari pipi purnama
tebasan kedua, dendam tertawa
sepuas luka-luka dada

harga diri macam apa ditanggungnya?

Yogyakarta, 2024.

NOTA KECIL AKHIR TAHUN

di terminal terakhir,
sebuah catatan dihadapkan dengan wajah kesunyiaan
kalimat-kalimat sedu-sedan, pena hampir patah
seperti menanggung seribu cuaca
bahagia dan sedih adalah kuntum-kuntum nasib, zakiyya

angin gelisah sepanjang malam basah
musim merupakan kenangan yang kerap lewat
tapi kita enggan mencatat
atau prihal angka-angka yang rontok dari almanak
di dinding kamar
membikin sekuntum bulan memar
sehampar kabut menelan sasmita daun-daun samar-samar

apa masih perlu menangisi yang berlalu?
letusan kembang api di langit kota-kota
semacam resital kesedihan yang cukup meronta
sungai di kelopak mata kita sebatas basah, zakiyya

Yogyakarta, Desember 2023

KEPADA ZAKIYYA

bagaimana mungkin, seribu tahun kesunyian
yang perlahan-lahan retak
menjadi kebun mawar,
sedang kebisuan kita adalah tabiat batu-batu
yang semakin mengeras di tubuh waktu

kerinduanku bukan utusan dari sisa luka masa lalu:

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan