Di Pondok Pesantren Anwarush Sholihin, Purwokerto, ada banyak kisah yang tumbuh dari tanah keikhlasan dan cinta ilmu. Tapi ada satu kisah yang hingga kini tak pernah hilang dari benak saya—kisah tentang seorang teman seperjuangan, Ragil Pangestu, yang mengajarkan saya makna khidmah dan berkah guru lebih dari sekadar teori.
Beberapa tahun sebelum wafatnya, muassis pondok kami, Almaghfurlah KH Nur Chafidz, mengalami sakit yang cukup lama. Dalam kondisi itu, seluruh santri diliputi keprihatinan dan suasana pondok menjadi jauh lebih hening. Beliau sosok yang dihormati dan disayangi, bukan hanya karena ilmunya, tapi juga karena kasih sayangnya kepada para santri. Maka, saat beliau sakit, banyak dari kami merasa kehilangan semangat.

Namun di tengah kesedihan itu, ada satu sosok yang justru mendapatkan amanah besar: Ragil. Ia ditunjuk secara langsung untuk menjadi abdi ndalem Pak Kiai selama masa sakitnya. Tugasnya bukan hanya membantu kebutuhan fisik, tapi juga menemani, menjaga, hingga melayani keperluan pribadi beliau selama 24 jam penuh, setiap hari.
Kita yang hanya melihat dari luar mungkin mengira itu hal biasa. Tapi saya tahu betul betapa berat dan tak mudah tugas tersebut. Ia harus selalu siaga—tidak boleh lengah, tidak bisa tidur lelap seperti santri lainnya. Bahkan saat santri lain tertidur pulas, Ragil bisa saja terbangun di tengah malam karena Pak Kiai membutuhkan sesuatu. Tidak jarang ia harus membantu Pak Kiai di saat tubuhnya sendiri lelah dan butuh istirahat.
Yang membuat saya kagum, Ragil tidak pernah mengeluh. Tidak sekalipun saya melihatnya menunjukkan raut lelah atau jenuh. Ia menjalaninya dengan ketulusan yang nyaris mustahil saya jelaskan. Seolah seluruh waktunya memang telah ia niatkan hanya untuk mengabdi.
Tugas ini dijalaninya bukan sehari-dua hari, tapi lebih dari satu tahun penuh. Ia melewati hari demi hari dalam ruang khidmah, menjadi saksi jatuh bangunnya kondisi Pak Kiai, menjadi santri yang paling dekat secara lahir dan batin. Hingga akhirnya, hari yang tak pernah kami inginkan itu tiba: Pak Kiai wafat.