Bukan Arab, Tapi Islam: Gagasan Kiai Cepu Soal Sastra dan Lembaga Keagamaan

10 views

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menyelenggarakan seminar dan tribute dengan tema “Peran Lembaga Kebudayaan Islam dalam Membentuk Sastra dan Drama Bernapas Islam di Indonesia#2”. Acara ini merupaka serangkaian dari acara Pestarama ke-10.

Pestarama merupakan kegiatan tahunan yang diinisiasi oleh Prodi PBSI sebagai ajang apresiasi seni dan budaya. Dalam penyelenggaraan tahun ini, Pestarama menghadirkan berbagai bentuk ekspresi kreatif, seperti pertunjukan teater, lokakarya satu hingga enam, workshop keaktoran, seminar nasional, serta tribute. Tema besar dari Pestarama#10 adalah “Relung Langkah Budayawan Muslim Indonesia”, yang menjadi refleksi satu dekade perjalanan kegiatan Pestarama.

Advertisements

Diskusi berlangsung di Aula Student Center UIN Jakarta dengan menghadirkan Dr. Kusen, M.A., atau yang lebih dikenal dengan sapaan Kiai Cepu, sebagai narasumber utama. Acara dipandu oleh moderator Rosida Erowati, yang merupakan dosen PBSI UIN Jakarta.

Kiai Cepu merupakan lulusan S-3 Filsafat Agama dari universitas di Australia dan saat ini menjabat sebagai dosen filsafat di Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, sekaligus wakil di Lembaga Seni Budaya Muhammadiyah. Selain itu, Kiai Cepu juga aktif dalam berbagai organisasi keislaman dan kebudayaan serta memiliki keahlian dalam seni monolog dan puisi.

Dalam pemaparannya, ia menegaskan bahwa sastra Islam tidak harus diidentikkan dengan tema-tema religius secara eksplisit. Menurutnya, esensi sastra Islam justru terletak pada nilai-nilai universal seperti keadilan, kejujuran, dan keagungan nilai-nilai inti yang terkandung dalam ajaran Islam.

Ia mencontohkan Kuntowijoyo sebagai sastrawan yang karya-karyanya mengandung semangat Islam, meski tidak secara langsung menampilkan simbol atau tema keagamaan. Lebih jauh, Kiai Cepu mengkritisi minimnya perhatian pemerintah terhadap pengembangan seni, khususnya dalam bentuk drama dan sastra.

Menurutnya, meskipun saat ini telah ada upaya membuka ruang melalui berbagai lembaga dan program, menurutnya seni masih belum dianggap sebagai aspek utama yang perlu didorong secara serius dalam pembangunan kebudayaan nasional.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan