Berkah Guru di Mata KH Ma’ruf Khozin

1,593 kali dibaca

Menurut KH Ma’ruf Khozin, para santri akan merasakan keberkahan para ulama dan guru setelah tidak lagi di pesantren atau setelah mendapatkan izin para kiai untuk mulai berkiprah terjun di masyarakat. “Bekal berupa berkah guru itulah yang teramat saya rasakan,” kata alumnus Pondok Pesantren Al Falah Ploso, Kediri, Jawa Timur di channel youtube Pena Santri (11/05).

KH Ma’ruf Khozin kemudian menjelaskan soal barokah ini dari berbagai sumber. Menukil salah satu hadits yang diriwayatkan Bukhori, ia mengibaratkan keberkahan kiai terhadap santrinya seperti pohon kurma. sebab, dalam hadits tersebut diterangkan, “Dari sekian pohon, ada satu pohon yang keberkahannya sama dengan keberkahan seorang muslim.”

Advertisements

Apa pohon tersebut? “Nabi menyebut hiya an nahlah, yaitu pohon kurma,” KH Ma’ruf Khozin. Berdasarkan keterangan Imam Ibnu Hajar, menurutnya, hadits ini menjelaskan bahwa semua bagian dari pohon kurma mengandung berkah. Buahnya untuk dimakan, pohonnya bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, begitu juga dengan daunnya. “Demikian halnya ketika pohon itu ditebang, tetap bermanfaat seperti keberkahan seorang muslim,” terangnya

Karena itu, lanjut Direktur Aswaja NU Center Jawa Timur ini, seorang muslim tutur katanya menjadi berkah, tangannya menjadi berkah bagi orang lain. Sekujur tubuhnya dan apa yang melekat dalam dirinya menjadi berkah bagi orang lain.

Wanaf’uhu mistamirun lahu walighoirihi hatta ba’da mautih, bahkan kerberkahan itu tetap ada meskipun ia telah berada di liang lahat,” katanya. Karenanya, ia mengingatkan kepada para santri, bawa para ulama dan kiai yang selama hidupnya telah memberikan keberkahannya, maka meskipun kini telah wafat, keberkahan itu tidak akan putus.

Lalu apa istimewanya guru dan ulama sehingga dapat memberikan keberkahan?

Di dalam al-Quran Surat an-Nisa ayat 69, Allah berfirman: “Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”

Dari ayat tersebut, menurut kiai asal Madura ini, kedudukan para guru dan ulama digolongkan ke dalam kelompok orang-orang yang shiddiqin. “Bedanya shiddiqin dan syuhada adalah, kalau syuhada orang yang mati syahid karena ia menyerahkan napas dan hidupnya saat perang lalu meninggal (dalam waktu yang sebentar). Sementara, shiddiqin menyerahkan seluruh umurnya untuk berjihad, berjuang di jalan Allah selama hidupnya,” jelasnya sambil mengutip kitab Nawadzirul Ushul.

Maka, dari keterangan tersebut bisa disimpulkan bahwa shiddiqin adalah golongan para guru, kiai, dan ulama. Mereka ini, dari kecil hingga remaja hidupnya berpegang pada kitab, kemudian mengajarkan ilmu dan membangun pesantren untuk santri.

“Perjuangannya adalah terus menerus untuk santri, untuk kebaikan kita semua. Jangan sampai kita terputus dengan mereka, karena di akhirat kelak kita akan dikumpulkan oleh Allah bersama mereka,” pungkas KH Ma’ruf Khozin.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan