Berdiri di Atas Semua Golongan: Prinsip yang Hidup di Hubulo

17 views

“Kamu NU atau Muhammadiyah?”

Pertanyaan itu sering saya dengar ketika duduk di bangku kuliah. Saya yang tumbuh di lingkungan pesantren merasa heran. Bukan karena tersinggung, tapi karena selama ini saya tidak pernah merasa perlu memilih. Di kampus, pertanyaan seperti itu ternyata bukan hal asing. Ada yang menanyakannya dengan nada santai, ada pula yang serius seolah jawaban saya menentukan nasib hidup saya.

Advertisements

Saya lulusan Pesantren Hubulo, sebuah pesantren di Gorontalo. Pesantren yang berdiri di kaki pegunungan dengan suasana asri dan damai. Di Hubulo, kami belajar banyak hal, mulai dari ilmu-ilmu klasik sampai ilmu-ilmu umum. Tapi satu hal yang paling membekas adalah cara kami diajarkan berpikir. Kami dibiasakan untuk memahami perbedaan dan tidak merasa resah dengan banyaknya pendapat yang sah dalam Islam.

Subuh di pesantren kami kadang pakai kunut, kadang tidak. Tarawih bisa delapan rakaat, bisa juga dua puluh. Ada yang membaca bismillah jahran, ada juga yang sirran. Tidak pernah kami ribut karena soal itu. Yang penting kami paham alasan kenapa satu pendapat dipilih dan mana yang lebih kuat dalilnya. Karena itu, saat teman-teman di luar bertanya, “Kamu pilih yang mana?”saya sering kebingungan menjawab.

Suatu kali, saya berkunjung ke rumah teman di Semarang. Saat tiba waktu salat, saya minta diantar ke masjid terdekat. Teman saya bilang, “Kalau kamu pakai celana, mending ke masjid kanan aja, jangan yang kiri.”

Saya tanya kenapa, jawabannya malah bikin saya senyum sendiri. Katanya, masjid kiri itu NU, biasanya salat pakai sarung. Masjid kanan itu Muhammadiyah, jadi yang bercelana seperti saya lebih cocok. Saya tidak tahu apakah itu serius atau cuma guyonan, tapi bagi saya itu tidak masuk akal.

Di Pesantren Hubulo, kami tidak pernah diajari memilih kelompok hanya karena soal pakaian atau gaya salat. Kami diajari memilih karena alasan dan pemahaman. Dua pelajaran yang paling membentuk cara berpikir saya adalah Ushul Fikih dan Fikih. Di kelas Ushul Fikih, kami belajar tentang kaidah-kaidah dasar dalam mengambil hukum. Tentang istinbath, qiyas, dan pertimbangan maslahat. Tentang bagaimana teks dipahami, dan bagaimana konteks menentukan makna.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan