Apa Enaknya Jadi Anak Kiai?

29 views

Ada kenyataan pahit yang sering kali terjadi namun jarang dibicarakan. Ketika seorang kiai perintis pondok pesantren wafat, perlahan tapi pasti, jumlah santri mulai berkurang. Polanya selalu berulang. Fenomena ini tak terjadi di satu atau dua pondok saja. Entah di mana letak kesalahannya.

Memang benar, ilmu tidak bisa diwariskan secara otomatis. Karena ia harus diperjuangkan oleh tiap individu. Namun, hidup dalam rumah seorang ulama, apalagi terlahir sebagai anaknya adalah sebuah anugerah yang tidak semua orang dapatkan Di sinilah letak perbedaannya.

Advertisements

Anugerah itu tidak otomatis menjamin keberlanjutan perjuangan. Karena pada akhirnya, setiap orang punya takdir dan pilihannya sendiri. Sebagian anak kiai berhasil melanjutkan perjuangan orang tuanya, bahkan mungkin melampauinya. Ini tentu berkat didikan yang kuat dari orang tua. Tapi sebagian lainnya, hanya membawa nama besar tanpa ada ikhtiar untuk mewarisi ilmu dan amal yang telah diajarkan.

Nasab adalah takdir yang tak bisa dipilih. Anak tak bisa memilih dari rahim siapa ia dilahirkan. Tapi nasib adalah pilihan. Menjadi pejuang ilmu seperti orang tuanya atau tidak, itu adalah keputusan masing-masing.

Mewarisi ilmu saja pun tak cukup. Setiap anak kiai dituntut untuk menjadi teladan—bukan hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam hal sosial. Mampukah mereka menginspirasi, sebagaimana orang tuanya dulu menyebarkan agama Allah dengan kasih dan keteladanan?

Mungkin di sinilah tantangannya. Tidak semua sanggup memikul amanah besar ini. Maka banyak yang gugur di tengah jalan. Dan kadang, mereka yang gagal menanggung amanah itu lupa bahwa kemuliaan tak datang hanya karena keturunan.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“إنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ”

Artinya: “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham, melainkan mewariskan ilmu. Maka barang siapa mengambil ilmu itu, sungguh ia telah mengambil bagian yang besar.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani)

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan