cinta dan fanatisme

Antara Cinta dan Fanatisme

1,592 kali dibaca

Seringkali kita mencari cinta di tempat yang salah. Suatu pengalaman yang tidak dapat dialami sepenuhnya dalam hidup seperti perasaan aman, perasaan diakui dan diterima, serta perasaan bahwa kita adalah bagian dari sesuatu. Tujuan dari cinta untuk mendapatkan kebutuhan kebahagiaan jiwa, bukan hanya tentang kebutuhan jasmani.

Dalam konsep mencintai, ada kondisi menerima dan memberi. Pemberian bukan semata diartikan dari ketulusan bentuk material, namun juga ekspresi kualitas emosional yang positif, seperti kesabaran, ketulusan, pengertian, dan pengampunan. Kegagalan memahami cinta kadang diaktualisasikan dalam perilaku kekerasan dengan dalih pendidikan dan peringatan.

Advertisements

Seiring perkembangan zaman, cinta mulai mengalami degradasi makna hanya seputar dunia seksualitas. Padahal cinta ada yang melibatkan nafsu (eros), berbentuk persaudaraan dan persahabatan (philia), dan yang siap berkorban (agape). Itu merupakan fondasi paling dasar mengenai bentuk cinta empatik. Masih melibatkan rasa dan emosi.

Sementara puncak cinta adalah ajaran tentang keadaan dunia sebagaimana adanya. Membuka mata dan menawakan pengetahuan tentang realitas kehidupan. Tidak ada keterikatan, keromantisan, dan keintiman. Di antara pasangan punya hak menentukan tujuan dan pilihan hidup masing-masing. Hasilnya adalah kesadaran tentang pandangan keadilan sosial.

Cinta bisa tumbuh dari hubungan yang intensif. Ketika memutuskan mencintai, seseorang akan terlibat dalam sisi emosional pasangan. Tidak hanya mencintai karena peran positifnya, namun juga menerima kisah traumatisnya. Cinta tidak mengenal kalkulasi pemberian untuk mendapat untung dari pengorbanan pasangan.

Kasih universal mengajarkan tentang metode sederhana mencintai akan sebuah perbedaan. Memperluas objek cinta untuk membangun peradaban dengan saling mencintai dan dicintai. Sebab cinta adalah fitrah, sementara kebencian diajarkan atau ditularkan. Demokrasi menerapkan konsep dunia cinta dengan tidak yang mengharapkan orang lain untuk bertindak sesuai keinginan kita, melainkan berusaha untuk melampaui dirinya sendiri dengan mencintai orang lain yang seolah tak dapat dicintai.

Fanatisme Sosial

Ketika kampanye mencintai urung diterima masyarakat, muncul masalah baru tentang kegagalan mengontrol sikap kecintaan terhadap seseorang atau sesuatu. Ketidaksadaran manajemen cinta yang mengarah pada fanatisme malah berujung perpecahan. Politik identitas adalah contoh dampak dari brutalnya fanatisme memperjuangkan tokoh atau kelompok atau ajaran yang dicintai.

Ekspresi mencintai diaktualisasikan secara cacat dengan serangan kebencian terhadap tokoh atau kelompok lain. Cinta menjadi nilai yang salah secara moral dan juga epistemologis, bahkan juga dapat menciptakan penderitaan. Transformasi digital mempengaruhi esensi cinta yang dibangun lewat narasi media, bukan pada kondisi hubungan saling keterikatan dan keterlibatan.

Sementara dalam agama, fanatisme atau yang sering disebut taklid menjadi alat mempertentangkan perbedaan. Menciptkan konflik untuk saling menyalahkan satu sama lain. Mereka yang terikat pada pandangan ideologi, keterlibatan dalam kelompok, dan pengaruh framing media akan melakukan segala cara untuk mengalahkan atau menghancurkan satu dengan yang lain.

Metode kecintaan yang melebihi batas pada sikap fanatisme kadang malah melegalkan kebencian, pertikaian, hingga pembunuhan (terorisme). Agama yang seharusnya mengajarkan cinta kasih secara universal dilucuti oleh sebagian kelompok yang seolah merasa berperilaku membela ajaran agama.

Kebencian mudah diajarkan dan ditularkan kepada orang lain. Sementara mengajarkan cinta butuh etos untuk sama-sama berkorban menyatukan perbedaan. Kebencian yang terlalu panjang menyebabkan perpecahan dan harus menjadi kesadaran masyarakat yang mencita-citakan kesejahteraan dan nilai-nilai keadilan. Kebencian bukan hanya menyiksa batin seseorang, namun juga kondisi sosial yang penuh penderitaan.

Mencintai adalah relasi paling suci dan agung di alam semesta. Tuhan menciptakan manusia karena cinta, semesta bergerak karena cinta, dan peradaban berkembang karena cinta. Mencintai itu perkara mudah karena cinta merupakan modal dasar yang dimiliki manusia. Namun kadang manusia tidak bisa menakar kadar cinta yang perlu diekspresikan.

Fanatisme adalah jebakan kecintaan yang membuat kesumpekan emosi, kecacatan berpikir, dan kegagalan membaca realita sosial. Dari fanatisme kadang menciptakan konflik yang berujung pada perceraian, putus tali persaudaraan, dan peperangan. Apalagi fanatisme yang sudah tidak lagi melihat kesempurnaan atau kebaikan objek yang dicintai, melainkan melihat keburukan objek yang dianggap menyaingi atau mengalahkan objek yang dicintai.

Hasilnya adalah kebencian dan ajakan kebencian yang dikemas dalam narasi politis. Membicarakan keburukan orang atau kelompok lain menjadi budaya yang menggairahkan, sementara menceritakan kebaikan orang atau kelompok lain dianggap sesuatu yang tabu untuk dibahas. Mungkin suatu saat, dunia sudah tidak lagi mengenal cinta selain kebencian dan penindasan.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan