Al-Luma, Khazanah Teologi Asyariyah

1,753 kali dibaca

Pemahaman tentang ketuhanan adalah dasar pandangan hidup. Pandangan hidup merupakan cara pandang manusia tentang berbagai konsep dasar, seperti manusia, alam semesta, kehidupan, keadilan, dan banyak lagi. Tidak jarang muslim awam hanya selesai pada iman kepada Allah, namun apa dasar selanjutnya untuk beriman kepada-Nya? Kerangka pemahaman iman seperti apa?

Dalam khazanah keilmuan Islam, terutama yang berada dalam wilayah Indonesia, secara umum menganut paham teologi Asyariyah. Salah satu ajaran yang direkomendasikan secara khusus oleh ulama tersohor pada saat itu, KH Hasyim Asy’ari.

Advertisements

Teologi Asyariyah merupakan sebuah aliran yang pola gerakan dakwahnya sangat menolak paham Muktazilah dan Syiah. Hal ini disebabkan ajaran geneologi Imam Asy’ari meliputi pembahasan subtansi (jauhar), aksiden (‘ard), dan lainnya. Dua tema yang terus dibahas ulama selama berabad-abad dalam kajian kalam, falsafah, serta tasawuf.

Metode atau kajian Imam al-Asy’ari yang ditulis dalam lembaran sejak 1100 tahun lalu terhimpun di dalam kitab al-Luma. Kitab klasik yang bertujuan mengkritisi bantahan-bantahan aliran kelompok Islam dengan memakai tanya jawab.

Konteks kemunculan kitab ini berawal dari polemik atas kondisi akidah umat Islam pada abad ke-9 Masehi. Ketika itu aliran Muktazilah, Qadariyah, Khawarij, dan Syiah menjadi pegangan masyarakat. Keempatnya merupakan aliran yang diklarifikasi keluar dari ajaran Ahlusunnah wal jamaah. Salah satu faktor bantahan pemikiran mereka adalah cara menginterpretasi akidah Islam, bahwa metode menganalisa akidah harus dilakukan dengan menggunakan konsep rasionalitas yang utuh.

Al-Luma menghadirkan narasi tentang mengapa seseorang harus mengimani keberadaan Allah yang Maha Esa. Hal ini disebabkan banyaknya orang-orang orientalis yang membelokkan pemahaman akan wujud Tuhan. Bahkan sampai kepada taraf tiada Tuhan di alam semesta. “Manusia berada pada puncak kesempurnaan, sebelumnya berupa nuftah, lalu bermetamorfosa menjadi segumpal darah; berarti hal itu lebih jelas menunjukkan akan adanya pembuat dan mengubahnya dari satu kondisi ke dalam kondisi lain”. (hlm 4-5)

Peniadaan Tuhan dalam kaca mata kelompok-kelompok orientalis bersumber dari pemikiran kesempurnaan manusia. Bahwa, taraf kemanusiaan yang sudah sempurna ketika telah mencapai keadilan dan beradab. Artinya, manusia yang dimodifikasi oleh Tuhan secara sempurna telah menisbatkan dirinya ke dalam lubang kekufuran. Lebih parahnya, pembuatannya yang melibatkan Tuhan atas awal penciptaan tidak bisa direnungi kembali.

Sejak abad pertama Islam, dua kutub terbesar yang saling bertolak belakang, memberikan “paham” mudah dicerna untuk mengetahui peran manusia-Tuhan. Kelompok Muktazilah sangat percaya pada hukum kausalitas yang dapat dikendalikan sepenuhnya oleh manusia. Bentuk ikhtiar ini menjadikan mereka berasumsi bahwa urusan manusia tidak ada kaitannya dengan campur tangan Tuhan

Lain halnya dengan takdir. Secara umum manusia memiliki garis takdir yang tentu tidak sama. Dari sekian ribu jumlah umat manusia, mesti paham ada yang mengatur di balik masalah hidup baik masa lalu, kini dan nanti. Pengertian ini menandakan adanya keberadaan Tuhan yang terkadang tidak disadari oleh manusia.

Manusia sangat percaya kepada konsep kekuasaan dan haknya, sehingga segala bentuk tindakan yang mengatasnamakan kehendak bersumber dari dirinya sendiri. Padahal, hasil akhir dari suatu tindakan sangat dibarengi peranan takdir Ilah. Ketika suatu upaya (kasb) menjadi dalil yang menunjukkan pelaku perbuatan itu secara hakiki adalag pihak yang melakukan upaya tersebut (muktasib). “Ketika pembalasan dijatuhkan terhadap perbuatan mereka, berarti Dialah yang menjadi pencipta segala perbuatan mereka”. (hlm 84)

Posisi Asyariyah diwakili secara canggih oleh Abu al-Hasan Asy’ari, yakni mengarahkan pada hukum kausalitas rigid yang sebetulnya tidak ada. Pandangan ini berakar dari cara yang dianut oleh setiap orang beriman, bahwa segala sesuatu itu murni ulah manusia tanpa sedikitpun meniscayakan peran Tuhan dalam kehidupannya. Teori ini mungkin tidak bisa dikatakan sebagai saintifik, tapi lebih cenderung pada teologi dialektik.

Maka dari itu, Abu al-Hasan Asy’ari membangun dasar konsepTuhan dalam Islam yang komprehensif serta bisa dipahami dengan benar. Kemudian menjelaskan konsep Tuhan dalam agama lain, lalu mengkritiknya dalam prespektif dan nalar teologi Islam. Dengan begitu, muslim yang mengkaji konsep Tuhan dalam keyakinan lain tak hanya mendapatlan wawasan dan pengetahuan, tetapi meyakini bahwa tauhid benar adanya serta berpedoman pada hidup sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Selamat membaca.

Data Kitab

Judul              : Kitab Al-Luma
Penulis          : Imam Asy’ari
Penerjemah  : Fuad Syaifudin Nur
Penerbit        : Turos
Cetakan         : Januari 2021
Tebal              : 368 hlm
ISBN               : 978-623-7327-80-4

Multi-Page

Tinggalkan Balasan