Islam masuk ke Nusantara tak hanya melalui jalur perdagangan, tapi juga transmisi ilmu. Satu di antara produk otentik sebagai penandanya adalah kitab kuning.
Selain di Indonesia, kitab kuning agaknya tidak akan kita temukan di negeri-negeri Islam lain. Bisa saja kitab kuning sudah digunakan pada masa sebelum Islam, di mandala-mandala Hindu-Budha, hingga berubah bentuknya yang sekarang menjadi pesantren.

Martin van Bruinessen dalam karya bukunya berjudul “Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat”, menyebut bahwa kitab kuning sudah dipelajari sejak abad ke-16. Azyumardi Azra dalam bukunya “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII”, berpendapat mula-mula kitab-kitab itu dipelajari oleh jaringan ulama Nusantara yang terhubung dengan dunia Timur Tengah sebagai otoritas kecendekiaan Islam.
Di abad-abad kemudian, otoritas-otoritas bergerak (ulama) itu disemaikan ke dalam bentuk pendidikan lokal bernama pesantren. Martin Van Bruinessen menduga baru di abad ke-18, pesantren berdiri sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berciri kontinuitas, sekaligus adaptif atas perubahan zaman. Dengan demikian, di kurun waktu itu hingga sekarang, pesantren terus eksis dan menjadi lembaga pendidikan yang paling survive di tengah perubahan-perubahan dunia yang semakin cepat.
Sementara itu, bagi Nurcholish Madjid dalam karya Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, pesantren menjadi saksi bisu atas takdir Islam Indonesia yang mengalami persimpangan sejarah. Ia berhipotesa, seandainya Indonesia tidak mengalami periode kolonial, sangat mungkin pesantren-pesantren yang ada saat ini mampu menjelma layaknya perguruan-perguruan tinggi terbaik sebagaimana di negeri-negeri Eropa. Pasalnya, Islam saat itu berada di pusat kota-kota bandar.
Hal demikian sama dengan yang dialami oleh perguruan-perguruan tinggi di Eropa, selain berada di pusat-pusat kota juga berawal dari biara-biara yang berorientasi keagamaan; sebut saja dua di antaranya adalah Harvard, dan Oxford. Fakta sejarah bahwa Indonesia mengalami persimpangan dan mengalami periode kolonial lantas mengubah dan membentuk corak pesantren hari ini.