Al-Qur’an memang bukan buku sains. Ia adalah kitab suci. Namun, di dalamnya terdapat isyarat-isyarat ilmiah yang menakjubkan. Ia bukan pula kitab fisika atau biologi, tetapi sering kali menyentuh tema-tema alam semesta dengan cara yang menggetarkan hati dan menggelitik akal.
Untuk memahami kandungan ilmiah di dalam Al-Qur’an itulah diperlukan sebuah tafsir yang disebut tafsir ilmi. Melalui pendekatan tafsir ilmi, kita diajak menyelami ayat-ayat kauniyah, ayat-ayat yang berbicara tentang ciptaan Tuhan sebagai jembatan antara wahyu dan ilmu pengetahuan.

Tafsir ilmi atau scientific exegesis adalah pendekatan dalam memahami Al-Qur’an dengan mempertimbangkan temuan dan teori ilmiah yang mutakhir, khususnya dalam memahami ayat-ayat yang berbicara tentang alam semesta. Tujuannya bukan untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai buku ensiklopedia ilmiah. Tafsir ilmi diperlukan untuk menunjukkan betapa ayat-ayat Tuhan mampu membangkitkan kesadaran ilmiah dan spiritual secara bersamaan.
Salah satu contoh yang sering dijadikan rujukan tafsir ilmi adalah QS. Adz-Dzariyat: 47, yang berbunyi: “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”
Dalam bahasa Arab, frasa wa innā la-mūsi’ūn bisa diterjemahkan sebagai “dan sungguh, Kami benar-benar meluaskannya.”
Para ilmuwan modern menemukan bahwa alam semesta memang sedang mengembang didasarkan pada sebuah temuan yang menjadi tonggak teori Big Bang. Ayat ini, yang diturunkan lebih dari 1.400 tahun lalu, menyimpan sinyal tentang realitas kosmik yang baru dipahami umat manusia belakangan ini.
Contoh lain dapat ditemukan dalam QS. Al-Anbiya: 30: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya…”
Ayat ini bisa dipahami sebagai gambaran awal terbentuknya alam semesta. Ketika dikaitkan dengan teori Big Bang, bahwa seluruh materi dulunya menyatu sebelum meledak dan mengembang, maka tampak bahwa Al-Qur’an mengandung pesan ilmiah yang selaras dengan observasi modern, tanpa kehilangan dimensi keimanannya.