Saryono dan Nasib Guru Honorer

Di Desa Sidamulya, pelosok desa Sukabumi, Jawa Barat, berdiri Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tegal Panjang. Di sana hadir seorang guru honorer bernama Pak Saryono. Ia mulai mengajar di sana sejak 1992.

Hingga kini, Saryono telah mengabdikan dirinya selama 33 tahun sebagai pendidik. Dengan pengabdian selama itu, berapa juta rupiah gajinya?

Advertisements

Ternyata, pertanyaan soal gaji itu berlebihan. Nyatanya, dengan masa pengabdian lebih dari tiga dekade, bayarannya hanya Rp 350 ribu per bulan. Bahkan, dulu pernah hanya dibayar Rp 10 ribu per bulan. Jumlah yang bahkan tak bakal cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup satu minggu, apalagi sebulan.

Sebagai kepala keluarga yang terdiri dari istri, anak, dan dua kakak ipar berkebutuhan khusus, Rp 350 ribu bukanlah uang yang cukup. Sehingga Pak Saryono harus mencari penghasilan tambahan dengan bercocok tanam. Sang istri pun tidak tinggal diam, membuka warung soto dan karedok di rumah.

Kisah Pak Saryono bukanlah kisah tunggal. Ia adalah representasi dari ribuan, bahkan ratusan ribu guru honorer di Indonesia yang hidup dalam ketidakpastian.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada tahun 2023 tercatat ada lebih dari 700.000 guru honorer yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Miris, sebagian besar di antaranya menerima gaji jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR).

Pertanyaannya: bagaimana mungkin seseorang yang mengemban tugas mencetak generasi masa depan, justru diperlakukan dengan perlakuan yang jauh dari kata layak?

Menurut UNESCO, pendidikan yang berkualitas sangat tergantung pada kualitas guru. Namun kualitas guru tidak akan tumbuh jika kesejahteraan mereka diabaikan. Dalam laporannya, UNESCO menegaskan bahwa guru yang diberi pelatihan, jaminan kerja, dan penghasilan layak akan lebih mampu memberikan pengajaran yang bermakna dan inspiratif (UNESCO Global Education Monitoring Report, 2022).

Pemerintah memang telah mengupayakan rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai solusi jangka menengah. Namun proses ini belum merata dan tidak semua guru honorer berhasil lolos karena berbagai faktor administratif dan teknis.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan