Relasi Agama dan Negara: Perspektif Gus Dur

1,971 kali dibaca

Wacana tentang relasi agama dan negara yang ideal seolah tidak ada habisnya dan selalu laik untuk didiskusikan. Hal ini karena risalah Nabi Muhammad adalah ajaran untuk membangun manusia dan memperoleh kebahagiaan dunia akhirat. Artinya agama Islam menekankan keselarasan kepentingan dunia akhirat.

Berkenaan dengan itu muncul beragam kelompok yang menafsirkan ajaran Islam dalam kaitannya dengan sistem politik dan pemerintahan. Usaha pencarian model ideal tersebut berujung pada dua maksud. Pertama, pencarian idealitas negara menurut Islam, yang berangkat dari asumsi bahwa Islam memiliki konsep negara tertentu. Kedua, untuk melakukan idealisasi dari persepketif Islam atas proses penyelenggaraan sebuah negara yang menekankan pada “isi negara menurut agama Islam”.

Advertisements

Jamak diketahui bahwa terdapat beragam pemikiran ihwal relasi antara agama dan politik, khususnya negara. Tak terkecuali para cendekiawan muslim, seperti KH Abdurrahman Ad-Dakhil Wahid yang akrab disapa Gus Dur.

Sebagai pribadi yang lahir dan besar di lingkungan keagamaan, khususnya Nahdlatul Ulama, Gus Dur dikenal sebagai salah satu perintis dan pembuka wawasan warga nahdliyin tentang perkembangan agama Islam dengan menyumbangkan pemikiran kritisnya yang kelak menjadi warisan luhur bagi muslim di Indonesia. Salah satu teori yang dicetuskan oleh Gus Dur berkenaan dengan hubungan antara agama dengan negara ialah penolakannya atas penerapan ideologi agama dalam bernegara.

Dalam membaca relasi antara agama dengan negara, Gus Dur menggunakan pendekatan struktural-fungsional. Emile Durkheim, sang pencetus teori fungsionalis tersebut, mengibaratkan masyarakat sebagai suatu sistem layaknya organ tubuh manusia. Artinya, setiap organ yang terdapat dalam tubuh tersebut merupakan pelengkap bagi organ lainnya. Sederhannya saling melengkapi berdasarkan fungsinya.

Begitu pula dengan agama, Gus Dur tidak menafikan keterlibatan politik dengan agama dan sebaliknya. Keduanya memiliki kerangka fungsi sosialnya masing-masing. Menurut Gus Dur, politik dalam Islam haruslah transformatif. Artinya, Islam harus mampu melakukan diferensiasi, sebab risalah Nabi Muhammad merupakan risalah transformatif dan emansipatif. Dengan begitu, inti dari pendekatan yang diupayakan oleh Gus Dur adalah adanya keseimbangan yang menekankan terciptanya keharmonisan.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan