Pada suatu malam, seorang remaja duduk bersantai di bawah sinar bulan yang indah, bersamaan dengan menggulirkan layar ponsel berjam-jam. Dia bukan sedang mencari hakikat kehidupan, melainkan mencari jati dirinya di sosial media.
Dalam kehidupan dunia yang mengagungkan kebebasan ekspresi, muncul sebuah ironi yang menyentil diri; semakin banyak pilihan untuk menjadi seperti orang lain, tetapi minim pilihan untuk mengenal dirinya sendiri.

Manusia modern, barangkali, sedang menghadapi krisis identitas diri dalam sejarah eksistensial.
Kita hidup di zaman yang penuh dengan kebebasan. Manusia bebas memilih identitas pribadinya secara fleksibel, mulai dari gaya hidup, kepercayaan, hingga orientasi politik dan spiritual.
Di sinilah, Zygmunt Bauman mengutarakan konsep liquid modernity, modernitas yang memiliki dua aspek, yakni modernitas padat dan modernitas cair.
Modernitas padat menuntut masyarakat untuk tumbuh dalam bimbingan ide dan tatanan. Sedangkan, modernitas cair menuntut masyarakat secara paradoksal didikte oleh ilusi mengenai kecepatan dan perubahan yang terus menerus hingga akhirnya kehilangan pengetahuan dasar.
Tetapi, akan muncul berbagai kontradiksi ketika tidak lagi berangkat dari refleksi batin, melainkan dari tekanan eksternal yang samar namun kuat. Dalam konteks manusia modern, hal itu meliputi algoritma, ekspektasi tinggi dari orang lain, dan budaya viral yang digembor-gemborkan.
Dari pernyataan tersebut, akan ada dua pertanyaan yang muncul: apakah ini evolusi manusia menuju kebebasan penuh? Atau, justru distorsi eksistensi yang menggerus makna diri?
Kita tidak bisa kembali ke masa lalu, seperti halnya tidak bisa menolak kehidupan modern seperti era sekarang. Modernitas membawa banyak dimensi kehidupan yang baru.
Kini, kelompok marjinal sudah banyak mengekspresikan dirinya secara bebas, mulai dari seniman jalanan, spiritualitas urban, hingga aktivis feminis dan lingkungan.
Anthony Giddens,sosiolog inggris terkemuka berpandangan bahwa hal-hal seperti itu sebagai refleksivitas modern. Manusia mempunyai kendali yang dominan untuk membentuk kehidupannya sendiri, tanpa terikat dengan tradisi terdahulu.