MALAM
/1

Terkadang, aku tak ingin pulang dari pangkuan malam.
Ia terlalu lekat untuk dipisahkan
Pun terlalu dekat untuk dijauhkan
//2
Malam ini dipenuhi dengan puisi,
yang hurufnya terbentuk dari jemari yang resah
Mengelana dan mengembara dalam sebuah buku
yang di dalamnya tersimpan rapi sebuah “elegi”
Malang, 28 Mei 2025.
LUKA HUJAN
Hujan berbisik seraya mengadu
Di sepanjang rintik hanya tangis
Menelan luka dari tangan manusia
Dipintalnya kuasa,
pada tatah-tatah pohon dan udara
Ia memangkas umur satwa
Hujan musim ini begitu luka,
Menyayat tangis pada air mata,
Sesekali mengelus bumi,
mengendus tanah kami yang penuh ironi
Sementara manusia,
terus menikmati tawa di atas luka hujan yang terus menganga.
Malang, 30 Mei 2025.
DUKA TANAH IBU KAMI
Tanah ibu kami, tanah leluhur
Yang dimusnahkan bangsa sendiri.
Tanah ibu kami hanya menangis, di atas luka yang terus mengiris.
Tanah ibu kami membeku, dalam hati yang tak kenal kasih
Tanah ibu kami mengering, dalam jiwa yang haus kuasa
Tanah ibu kami tandus, dalam jiwa yang rakus
Tanah ibu kami mati, di atas serakah yang terus menjarah
Malang, 4 Juni 2025.
PERAYAAN MUHARAM
a//
Dari bilik musala yang dingin
kumengintip pawai obor
Menyala-nyala
Seakan melihat kaum Muhajirin
Mengangkat kalimat tauhid
Menggaung takbir pada jiwa-jiwanya yang rekah.
Menelusur padang pasir
Menuju Yatsrib
Bertahun-tahun sudah,
hijrah berlalu,
Namun semangat juangnya
Masih melekat
Kecaman demi kecaman menyisir
Menyasar keyakinan yang teguh
Kaum Muhajirin yang gagah
b//