KH Abdurrahman Wahid atau yang lebih akrab disapa Gus Dur, pernah menyampaikan sebuah pidato saat membuka Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-30 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, 1999. Waktu itu, ia masih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-4, sekaligus Ketua Umum Pengurus Besar NU.
Dalam pidato tersebut, ia berpesan, agar NU sebagai suatu organisasi yang harus menjalankan tugas dengan memberikan kritik dan mengawasi jalannya pemerintahan dari sudut agama. Ia berharap, meski posisinya sebagai Ketua Umum PBNU dan presiden, agar orang-orang NU tetap kritis dalam melihat persoalan negara. Karena visi kehidupan beragama sendiri tidak bisa dilepaskan dari visi politik.

Dari pemaparan tersebut, Gus Dur berharap bahwa orang-orang NU tetap kritis dalam melihat persoalan negara. Meski waktu itu Gus Dur sendiri yang menjabat sebagai Presiden.
Hal tersebut menunjukkan bahwa Gus Dur ingin NU menjadi kekuatan yang aktif dan kritis dalam mengawasi dan memberikan kontribusi pada pengembangan negara. Dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa Gus Dur memiliki visi yang luas dan mendalam tentang peran agama dalam kehidupan bernegara. Gus Dur ngin agama menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk mengembangkan masyarakat yang adil, beradab, serta demokratis.
Dan kita tahu, saat ini NU dihadapkan pada berbagai tantangan dan perubahan yang memerlukan penyesuaian dan pembaruan. NU harus terus-menerus memperjuangkan dan mengembangkan harapan Gus Dur ini, agar dapat menjadi kekuatan yang aktif dan kritis dalam mengembangkan masyarakat yang lebih baik ke depannya.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, NU seperti mengalami perubahan yang signifikan dalam hal kepemimpinan dan strategi. Tapi, masih banyak tantangan yang menghantuinya, seperti dinamika sosial dan politik yang kurang jelas, serta meningkatnya radikalisme dan intoleransi. Oleh karena itu, NU harus terus-menerus memperbarui dan memperkuat dirinya, serta dapat memberikan pandangan yang efektif dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Tapi, yang menjadi pertanyaan, apakah NU masih mempertahankan harapan Gus Dur tersebut? Atau apakah NU telah berubah menjadi organisasi yang lebih dekat dengan pemerintah dan kehilangan independensinya?