Eudaimonia Pesantren: Jalan Sunyi Menuju Kebahagiaan Hakiki

[jp_post_view]

Di tengah gemuruh zaman yang mengejar kecepatan, efisiensi, dan akumulasi material, pesantren berdiri seperti oase yang menenangkan. Ia adalah institusi yang bukan hanya mengajarkan ilmu agama, melainkan juga mendidik jiwa dan membentuk laku hidup.

Bila dalam filsafat Yunani, Aristoteles menyebut eudaimonia sebagai bentuk kebahagiaan tertinggi yang bersumber dari kehidupan yang bermakna dan penuh kebajikan (virtue ethics), maka dalam konteks Indonesia, terutama di lingkungan pesantren, eudaimonia menemukan wujudnya yang unik dan otentik. 

Advertisements

Menafsir Ulang Eudaimonia dalam Konteks Pesantren 

Aristoteles menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah soal kenikmatan jasmani atau kesenangan sesaat, melainkan buah dari praktik kebajikan yang konsisten dalam hidup. Dalam pandangan ini, eudaimonia bukan perasaan senang, tapi realisasi diri yang utuh dalam kehidupan yang dijalani dengan baik dan benar. 

Ketika kita melihat para santri yang hidup sederhana, tidur beralas tikar, makan dengan menu seadanya, namun tetap tekun menuntut ilmu dan menjaga adab, kita melihat fragmen dari eudaimonia itu sendiri. Mereka mungkin tidak bahagia menurut standar dunia modern, tidak memiliki gadget terbaru, tidak eksis di media sosial, dan tidak mengejar kapital. Namun jiwa mereka tenteram, tertanam dalam nilai, dan terhubung dengan yang Ilahi. 

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan