Bahtsul masail merupakan salah satu ajang diskusi fikih yang paling banyak digandrungi oleh kaum pelajar pesantren alias santri. Seringkali, forum diskusi ini dijadikan alat untuk mengukur dan menguji seberapa mumpuni seorang santri dalam memahami problem fikih yang kerap terjadi di masyarakat. Tak ayal, forum ini pun menjadi arena pembuktian dan validasi diri untuk para santri.
Layaknya sebuah perlombaan, bahtsul masail bak menjadi gelanggang tempur santri untuk menunjukkan level dirinya dalam memahami persoalan-persoalan fikih. Bahkan, di beberapa pesantren, santri yang aktif mengikuti bahtsul masail seakan punya pamor tersendiri di hadapan santri lainnya. Ada yang bilang bahwa ada enam orang yang menjadi pusat perhatian di pesantren: anak kiai, santri tahfiz, vokalis hadrah, santri teladan, pengurus keamanan, tim media, dan santri bahtsul masail.

Tapi tak seperti forum diskusi lainnya, bahtsul masail punya sistem dan logika diskusinya sendiri. Karena forum ini lebih mengkhususkan diri pada kasus-kasus fikih, tentu sumber rujukannya adalah kitab-kitab fikih. Umumnya yang dipakai adalah kitab-kitab fikih klasik yang dikarang pada abad pertengahan Islam. Yakni, antara abad ke-7 sampai abad ke-19 Masehi. Mereka menyebutnya dengan istilah kitab kuning, kitab klasik, atau turats.
Dalam kajian kajian epistemologis, kita akan diberitahu bahwa sumber pengetahuan ada beberapa, yakni: otoritas, panca indra, penalaran, intuisi, wa ghairu dzalik.