agama cinta

Agama Jibril yang Di-Izrail-kan

961 kali dibaca

Duduk perkara konflik agama adalah tidak bisanya menerima perbedaan. Memaksakan kehendak atas persepsi kebenaran diri. Tujuannya adalah untuk mengalahkan satu dengan yang lain. Sumber keyakinan akan kebenaran diri melalui berbagai jalan seperti pengalaman, pengaruh lingkungan, informasi tokoh idola (taklid), dan fanatisme kelompok.

Agama yang seharusnya dijadikan pijakan untuk kedamaian di bawah harmoni persatuan dan persaudaraan, malah menjadi alasan wajib untuk berkonflik. Teror dan ajakan berjihad adalah salah satu bentuk ketidakmampuan memaksakan kehendak kebenaran kepada yang lain. Pada titik keputusasaan seseorang nekat berperilaku anarkisme hingga melakukan bunuh diri.

Advertisements

Keterbatasan menerima informasi juga menjadi faktor konflik agama di masyarakat. Menolak pendapat (kebenaran) dari yang lain. Berbeda berarti salah. Hingga puncak kegilaan beragama adalah menjadikan simbol dan ornamen agama sebagai penanda kualitas iman seseorang. Label ulama bertebaran dan santri daring begitu masif tersebar di media sosial. Agama menjadi tren berpakaian dan berperilaku dalam berbagai situasi dan kondisi.

Kegelisahan terhadap perang saudara dan kerinduan akan kedamaian yang dijanjikan agama hanya menjadi impian dalam hati yang perlahan terkubur melihat realita konflik agama saat ini. Setiap kelompok memperkuat sumber daya untuk melawan kelompok lain. Agama dijadikan riasan berpolitik, berbisnis, dan mendapatkan popularitas.

Segala cara dilakukan untuk kehendak memenangkan keyakinan atas kebenaran relatif seseorang. Memanipulasi fakta, menggerakan massa, hingga menggunakan ayat untuk kepentingan pribadi. Beragama masih miskin informasi namun terlalu semangat berekspektasi. Berimajinasi tentang kejayaan masa lalu dengan menolak perubahan dan melawan perbedaan. Agama dituntut sama dan berbeda harus dilawan.

Isu agama tetap akan ada selama manusia modern masih sempit menerima perbedaan. Konflik adalah keniscayaan. Agama akan selalu dijadikan kendaraan berkampanye dan berdagang di ruang publik. Label agama lebih mudah mendulang suara politik dan juga efektif mendatangkan konsumen saat digunakan untuk jualan. Keyakinan tidak ternilai dengan harta, bahkan nyawa. Janji agama dianggap lebih valid daripada janji politik saat kampanye.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan