ELEGI LADANG KEHIDUPAN
Berkat petani,
hiduplah para tirani!

Di ladang yang makin sempit
(seperti pembaca hari ini)
kita pernah berencana
hidup dengan sederhana.
Misalkan, menanam biji cinta
menabur pupuk ketabahan
agar tumbuh subur kehidupan.
Di ladang yang bapak wariskan,
(dan hari ini mulai ditinggalkan)
hujan dan cangkul bersahutan,
barangkali saling merindukan.
Dari pagi hingga senja kita bekerja,
melepas baju kemalasan
(dan meneduhkan segala keangkuhan)
di bawah pohon mimba.
Oh ladang yang memberkati kehidupan,
oh keberkatan yang dilupakan;
inilah gerakan kita,
dalam menumbuhkan masa depan
(dan meruntuhkan tembok tiran)
yang kerap menyulap jadi isu agraria.
Yogyakarta, 2025.
CINTA PEREMPUAN LAMPADANG
— Cut Nyak Dhien
Cinta kita terbuat
dari cita-cita yang sama, Teuku
menyalakan nyali
di antara gesekan pedang.
Di Montasik
hati kita menyatu, Teuku
dengan sederhana
tanpa pesta-dansa
sebab di sekeliling kita
aroma darah masih terhidu.
Di Krueng Raba
maut yang tak dapat kita tafsir,
membuat matamu nyaris berakhir
tapi cinta ini tak pernah padam
membuat dadaku menyimpan dendam
terhadap orang-orang Marsose itu.
Maka sempurnalah cinta kita, Teuku
di antara cita-cita dan pilu kesunyianku.
Yogyakarta, 2025.
METER DI ATAS PERMUKAAN RINDU
Kabut masih tersisa,
dan tersisih warna senja.
di sini,
telah kulewati liku jalan,
bermacam tanjakan,
bahkan getar udara,
di antara gigir harapan.
Angin semenjana
seakan ingin meluruhkan
segala yang berbentuk kenangan.
Ada guruh yang tertahan,