Menjadi Manusia Lewat Puisi

[jp_post_view]

Buku Sajak-Sajak Perjalanan saya tulis sebagai bentuk pencatatan terhadap proses menjadi manusia. Buku ini menjadi wadah ekspresi dan ruang refleksi yang mencoba mengurai apa saja yang selama ini sulit dijelaskan dengan kalimat panjang. Saya percaya bahwa puisi bisa menjadi cara paling ringkas dan paling jujur, untuk memahami diri sendiri dan lewat pemahaman itulah, perubahan bisa dimulai.

Puisi-puisi dalam buku ini muncul dari pertanyaan-pertanyaan yang sering kali tidak mendapat jawaban cepat:

Advertisements

Apa yang membuat seseorang tetap bertahan?Apa artinya bahagia kalau kita terus merasa kurang?
Mengapa kehilangan sering datang sebelum kita siap?

Semua pertanyaan itu saya jawab dengan larik-larik yang secara perlahan membentuk pola pikir baru. Ini bukan buku yang ingin menggurui, tapi buku yang ingin duduk sejajar dengan pembaca, mungkin sambil sama-sama bingung atau sama-sama berusaha lebih baik.

Saya tidak mencoba tampil sebagai penyair dengan diksi rumit atau metafora yang terlalu jauh. Bahasa dalam buku ini saya pilih sesederhana mungkin, supaya makna tidak terhalang gaya. Beberapa puisi memang muncul dari rasa lelah, tapi ada juga yang tumbuh dari rasa cukup. Misalnya puisi:

Aku bertanya pada bahagia, ‘Di mana kau bersembunyi?'”

“Ia menjawab pelan, ‘Aku ada di syukur yang sering kau abaikan.”
(Sajak-Sajak Perjalanan hlm. 98)

Bait ini muncul saat saya sadar bahwa sebagian besar kekosongan hidup bukan berasal dari kekurangan, tapi dari lupa mensyukuri yang sudah ada. Dari situ saya mulai belajar kalau hidup ini soal berproses, maka saya harus berhenti menuntut hasil cepat dari diri sendiri.

Halaman: 1 2 Show All

Tinggalkan Balasan