perempuan karir

Santri Wasathiyah dan Ekosistem Digital Sehat

14 views

Di tengah derasnya arus teknologi digital, media sosial menjadi ruang digital yang membuka akses bagi siapa saja yang ingin berpijak dan eksis di dunia maya. Bahkan saat ini banyak ruang keilmuan, ruang bercerita, ruang inspirasi, sampai ruang perdebatan panas maupun provokasi ada ada di dunia maya.

Sebagai pengakses digital, selayaknya warganet saling membangun dan bijak, bukan malah saling menjatuhkan dan menginjak-injak. Sebab, algoritma akan lebih mem-push konten yang tinggi engagement-nya, baik berupa like, comment, share, save swipe up, direct message (DM), polling, mention, maupun recommendation.

Advertisements

Fenomena tersebut menjadi alarm bersama, semakin banyak engagement atau interaksi keterlibatan antara pengguna akses dengan akun yang diunggah, akan semakin tinggi performa konten yang diunggah.

Ironinya, dari sekian banyak postingan yang ada di media, konten yang banjir engagement lebih cenderung ke hal yang berbau kontra dan memicu perdebatan. Segala hal yang tampak kontra memang sangat menarik untuk dibahas daripada yang datar dan biasa saja.

Dikutip dari data reportal, di Indonesia, tercatat 143 juta identitas pengguna media sosial pada bulan Januari 2025. Jumlah ini setara dengan 50,2% dari total populasi.
Alih-alih membuat netizen saling bahu-membahu dalam mencari kebenaran, justru banyaknya konten yang engagement-nya secara tidak sadar menggiring ujaran kebencian dan permusuhan. Dalam hal ini seringkali mengantarkan pemikiran pendek berdalih logika dan mengabaikan perasaan sehingga rentan terjadi perpecahan.

Banyak dari anak muda yang sedang mengalami krisis identitas diri, menemukan dunia terbuka itu seakan menemukan dunia barunya. Apalagi di usia muda, ego mereka masih tinggi dan sangat rentan terbawa arus yang sekiranya benar menurut pandangan sendiri tanpa memperhatikan sudut pandang dari lain sisi.

Akhirnya, teknologi bagai dua mata pisau tajam, jika dipegang oleh orang yang provokatif dalam mencari pembenaran sendiri, ekosistem digital akan keruh oleh ujaran kebencian, saling menjatuhkan, bahkan intoleransi. Sebaliknya, apabila dipegang oleh orang yang berpegang teguh pada nilai kebenaran, akan memberi hal-hal positif, terlebih menjunjung tinggi nilai persatuan, humanisme, dan nilai keseimbangan. Di sinilah peran santri wasathiyah sebagai agen of change, salah satunya dalam menjaga keseimbangan ekosistem digital.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan