Beberapa pekan lalu, dalam mata kuliah Filsafat Agama, saya mendapat tugas untuk mempresentasikan kritik Karl Marx, seorang filsuf Jerman abad ke-19, yang dikenal karena kritiknya terhadap kapitalisme dan peran agama dalam masyarakat.
Dalam pandangan Marx, agama sering digunakan sebagai alat untuk mempertahankan status quo dan menekan kelas pekerja. Marx melihat (pada waktu itu) agama dapat menjadi hambatan bagi kesadaran kelas pekerja dan memperjuangkan hak-hak mereka.

Pada mulanya, pemikiran Max ini diinspirasi oleh Ludwig Feuerbach dan Hegel, seorang filsuf Jerman. Dari Feuerbach, Max mengambil inspirasi bahwa agama adalah proyeksi masyarakat. Dari Hegel, Marx diinspirasi bahwa realitas adalah kerja. Kemudian, Marx melahirkan konsep baru, yaitu alienasi dalam hal kerja.
Marx mengkritik agama karena sering digunakan sebagai “opium masyarakat,” yang berarti bahwa agama berfungsi sebagai pelarian bagi masyarakat dari penderitaan dan ketidakadilan yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Agama memberikan harapan palsu tentang kehidupan setelah kematian dan mengarahkan perhatian masyarakat dari perjuangan kelas dan ketidakadilan sosial di dunia nyata.
Dengan demikian, agama dapat membuat kelas pekerja lebih patuh dan tidak terlalu peduli dengan kondisi kehidupan mereka di dunia nyata. Meski Marx sebenarnya tidak ingin mengklaim apakah agama baik atau tidak. Tetapi ia harus mengatakan “Agama adalah candu masyarakat” karena para agamawan mencoba menghalangi cita-cita revolusinya.
Kecerobohan agamawan yang menggunakan agama untuk mempertahankan kekuasaan dan kontrol atas masyarakat juga dikritik oleh Marx. Agamawan sering kali menggunakan dogma dan ritual untuk mempertahankan status quo dan menekan kelas pekerja. Mereka juga sering kali membenarkan eksploitasi kelas pekerja dengan mengajarkan bahwa kemiskinan dan penderitaan adalah bagian dari rencana Tuhan. Hal ini dapat membuat kelas pekerja lebih sulit untuk membangun kesadaran kelas dan melakukan perubahan sosial.
Marx percaya bahwa kesadaran kelas pekerja dapat dibangun melalui pengalaman kerja dan perjuangan sehari-hari, serta melalui pendidikan dan organisasi. Namun, kecerobohan agamawan dapat menjadi hambatan bagi kesadaran kelas pekerja jika digunakan untuk mempertahankan status quo dan menekan kelas pekerja.