Virus Corona, Bagaimana Santri Harus Bersikap?

3,714 kali dibaca

Ada orang-orang yang berpedoman pada teori sains, bahwa Corona adalah virus yang hanya bisa diobati apabila sudah tercipta antivirusnya, apabila vaksinnya sudah ditemukan dengan cara mengamati perilaku Covid-19. Dan memang terbukti nyata. Di beberapa negara, termasuk negara asal penyebaran virus, Tiongkok, pasien pengidap Covid-19 sudah dapat disembuhkan.

Namun, ada orang-orang yang katanya berpedoman pada agama, berpandangan bahwa Corona adalah tentara Allah, yang diciptakan untuk mengazab komunis kafir pemakan babi dan kelelawar  dan sudah semena-mena pada suku muslim Ugyhur. Buktinya, kata mereka, tidak ada satu pun muslim Uyghur yang terinfeksi padahal hidup di negara yang sama, yang nota-bene asal dari pandemik Corona. Kekuatan doa adalah kuncinya, kata mereka, dan hanya keteguhan iman yang dapat menyelamatkan mereka.

Advertisements

Lha kemudian, santri harus bagaimana dalam bersikap? Di satu sisi harus punya pedoman agama, tapi tak boleh juga menafikan fakta sains yang sudah terbukti.

Hari ini pun, pemerintah sudah mengumumkan tindakan antisipasi dalam rangka memerangi infeksi Corona. Mulai dari imbauan untuk menjaga kebersihan, pola hidup sehat, sampai meniadakan kegiatan kumpul-kumpul di masyarakat, apa pun bentuknya.

Kantor-kantor dari berbagai instansi diliburkan, diganti dengan sistem work from home. Bahkan, untuk menghindari penularan Covid-19, pemerintah juga mengimbau untuk meniadakan kegiatan sholat berjamaah dan sholat Jumat di masjid-masjid. Begitu juga dengan pendidikan di setiap jenjangnya, diberlakukan sistem belajar dalam jaringan (on-line) sehingga tak ada belajar tatap muka di kelas.

Bagaimana dengan pesantren? Berdasarkan pantauan, beberapa pesantren tetap mengadakan kegiatan belajar mengajar, dengan catatan tak ada santri yang boleh keluar masuk pesantren, dan membatasi setiap tamu yang masuk ke pesantren. Sementara, beberapa yang lain meliburkan santrinya selama batas waktu yang ditentukan pemerintah, karena khawatir akan dampak yang tidak diiinginkan berkaitan dengan Covid-19.

Kembali kepertanyaan tadi, bagaimana santri seharusnya? Dalam menyikapi putusan pemerintah, terutama dalam hal larangan untuk sholat Jumat dan berjamaah di masjid? Akan lebih baik kalau ditelaah dulu, atas dasar apa larangan sholat Jumat dan berjamaah dilakukan.

Tentu tak bijak apabila menyebut putusan itu memberatkan umat Islam, menuduh pemerintah mengucilkan umat Islam, atau mematikan syiar Islam. Karena, yang perlu diketahui adalah, keputusan itu berdasar pada fatwa ulama, dari MUI, juga ulama Al Azhar Mesir, dan juga berlaku di banyak negara mayoritas Muslim. Bahkan, Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah juga memberlakukannya.

Sholat berjamaah di masjid saja hukumnya sunnah muakkadah, apalagi dalam situasi sekarang ini, di mana tak boleh berkumpul karena dapat menularkan virus, hukumnya malah bisa jadi haram apabila dengan berjamaah mendatangkan madharat.

Sekelas Sahabat Umar bin Khattab pun memilih menghindari wabah, ketika dikabari bahwa di Damaskus sedang dilanda wabah mematikan. Saat itu, Umar yang sedang di tengah perjalanan pun langsung balik kanan pulang menuju Madinah.

Pada intinya, mari sikapi wabah Corona dengan bijak. Rupanya, adanya wabah Corona juga mendatangkan hikmah tersendiri bagi para santri, baik yang masih “dikurung” di pesantren ataupun yang sekarang “dikurung” di rumah masing-masing. Seharusnya kita jadi lebih peduli kesehatan, lebih rajin menjaga kebersihan badan, pakaian, sampai tempat tidur.

Mematuhi imbauan untuk tidak berjamaah dari ulil amri, yang putusannya atas masukan fatwa ulama, sepertinya lebih baik bagi para santri, daripada ngeyel  atau ngotot merasa semua akan baik-baik saja. Karena kita tak pernah tahu takdir sehat kita, takdir sakit kita.

Laksanakan pola hidup sehat dan social distance sebagai bentuk ikhtiar, dan jangan lupa berdoa meminta kepada yang menciptakan kita, agar senantiasa terhindar dari virus yang juga diciptakan-Nya.

Sudahlah, kalau memang mungkin merasa eman karena sudah terbiasa berjamaah di masjid, merasa berdosa kalau tidak sholat Jumat, silakan berangkat, tapi tanpa harus mencela kawan atau tetangga yang memilih untuk tidak berangkat. Jangan mencela.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan