“Unjung”, Tradisi Malam Nisfu Syakban di Pesantren

1,977 kali dibaca

Katsratul ‘asmaa’ tadulullu ‘ala syarafil musamma’. Banyaknya gelar menunjukkan kehebatan penyandang gelar tersebut.

Nisfu Syakban sesungguhnya memiliki banyak nama yang menunjukkan keistimewaannya. Di antaranya adalah Lailatul Qismah wa Taqdir, yaitu malam di mana Allah membagikan ketentuan takdir-Nya untuk manusia selama satu tahun ke depan. Selain itu, malam Nisfu Syakban disebut juga Lailatul Ijabah, yakni malam diterimanya doa dan permohonan. Oleh karenanya pada malam ini dianjurkan memperbanyak amalan ibadah dan membaca tasbih sebanyak mungkin.

Advertisements

Setiap menjelang malam Nisfu Syakban, masyarakat muslim umumnya melakukan salam- salaman untuk meminta maaf kepada sesama umat manusia, terutama kedua orang tua. Ini dilakukan dengan harapan agar si anak tidak termasuk golongan orang yang durhaka dan memutuskan tali silaturahim kepada orang tua yang menjadi sebab penghalang mendapatkan ampunan Allah pada malam tersebut.

Di pesantren putri, tempat saya menimba ilmu dulu juga melakukan hal serupa. Bersalam-salaman di malam Nisfu Syakban terasa menyenangkan dan menggembirakan meskipun cukup sederhana, sebab kegiatan rutin pesantren pada malam itupun otomatis diliburkan seluruhnya.

Sebagaimana anjuran para ulama, usai melaksanakan salat Maghrib berjamaah, seluruh santri putri pun dianjurkan membaca surah Yasin sebanyak tiga kali dengan niat yang berbeda-beda dan dipimpin langsung oleh kiai.

Yasin pertama diniatkan untuk memohon panjang umur di dalam ketaatan kepada Allah. Yasin kedua diniatkan untuk memohon perlindungan dari segala macam musibah serta dimurahkan rezeki. Yasin ketiga diniatkan memohon kekayaan hati dan meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Usai membaca Yasin diteruskan dengan membaca doa dan zikir lainnya hingga menjelang salat Isya berjamaah.

Setelah melaksanakan salat Isya berjamaah, seluruh santri bersiap untuk berkunjung dan berkeliling ke tiap tiap komplek, bahkan seluruh kamar. Tradisi ini disebut juga unjung. Hal yang paling menyenangkan tentu saja berkunjung dan bersalaman terlebih dulu ke seluruh ustazah di pesantren.

Bagi seorang santri, ustaz/uastazah tentulah berperan sebagai pengganti orang tua. Itulah alasan mengapa penting bagi kami memohon maaf lahir dan batin kepada beliau-beliau. Suasananya terasa haru, sebab menjelang Ramadhan tiba kami semua meminta maaf atas banyaknya kesalahan yang sering kami lakukan dan, tentu saja, banyaknya peraturan yang kami langgar. He-he-he.

Saya teringat di malam seperti ini kamar ustazah selalu penuh dan banyak santri berdesak-desakan. Bahkan antrean ketika koperasi pesantren buka pun masih kalah jauh dari malam seperti ini. Seluruh santri sudah bersiap mengular di depan pintu kamar kamar ustazah.

Beliau-beliau pun seringkali menyediakan beberapa suguhan jajanan hingga permen layaknya pemilik rumah yang dikunjungi setiap lebaran Idul Fitri tiba. Para santri masuk bergantian dan bersalaman satu per satu dengan ustazah yang juga sudah duduk berjajar menyambut kami.

Malam Nisfu Syakban di pesantren menjadi istimewa karena bahkan suasananya lebih ramai daripada salam-salaman usai liburan panjang setelah Idhul Fitri. Bagi santri putri seperti kami, kala itu selalu menamakan malam Nisfu Syakban adalah malam hari rayanya pesantren. Karena malam Nisfu Syakban juga merupakan malam sebelum ditutupnya catatan amal, maka sebelum itu pula perlu untuk membuka amal baru dengan menutup seluruh kesalahan yang pernah diperbuat kepada orang lain.

Semoga di malam Nisfu Syakban tahun ini seluruh dosa yang pernah kita perbuat mendapatkan ampunan dari Allah agar ketika memasuki bulan suci Ramadhan nanti kita berada dalam suasana hati dan jiwa yang bersih, serta doa dan permohonan kita diterima oleh-Nya. Amiin.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan