Si Jago yang Kesepian

1,146 kali dibaca

Udara pagi sudah mulai memudar. Polusi dari berbagai macam kendaraan sudah terasa di Pasar Selasa. Hati Mbah Darman senang sekali, mengayuh sepeda usangnya pulang dari pasar. Ayam jago yang selama ini dia incar akhirnya terbeli sudah. Ayam jago dengan bulu warna hitam semua. Kulit ayam itu pun berwarna sama.

Sesampai di rumah, dia hendak memasukkan ayamnya di kandang. Tiba-tiba seseorang datang, masuk ke halaman rumahnya yang sederhana itu.

Advertisements

“Wah. Keren ini Mbah ayam jagonya. Boleh saya beli? Konon kalau untuk tarung, ini menangan,” ucap Pak Badar si tukang adu ayam seraya menampakkan giginya yang mulai menguning karena rokok.

“Ini enggak aku jual, Dar. Buat teman ngobrol saja. Aku suka warnanya. Hitam semua,” balas Mbah Darman.

Sudah setahun ini lelaki bertubuh tinggi yang kepalanya sudah penuh dengan uban itu hidup sebatang kara setelah ditinggal oleh istrinya untuk selamanya. Anak-anaknya semua sudah berkeluarga. Mbah Darman tidak mau tinggal dengan anaknya. Sudah beberapa kali anaknya yang terdekat menawari untuk tinggal bersama, tetapi lelaki itu menolak dengan halus.

“Aku bayar dua kali lipat, lah, Mbah. Mau, ya,” tawar Pak Badar seraya memindai ayam yang sudah ada di dalam kandang besi itu.

Sudah terdengar di seluruh sudut desa, bahwa Pak Badar ahli sabung ayam. Setiap kali ayam miliknya bertarung pasti menang. Dia pun cakap dalam memilih ayam yang akan dipentaskan. Kali ini lelaki berkulit cokelat itu langsung jatuh hati dan mengincar ayam jago Mbah Darman. Ingin sekali Pak Badar memiliki ayam itu.

“Ayam ini enggak aku jual, Dar. Biar jadi temanku di sini. Aku kesepian,” tekan Mbah Darman.

Sinar matahari mulai beringsut ke atas. Kali ini sudah melewati kepala manusia yang berdiri. Suara azan mulai menggema di Desa Bukit Harapan. Mbah Darman minta diri, bersiap-siap hendak melaksanakan kebutuhan insan kepada Tuhannya, yaitu salat Dhuhur. Seusai mengambil wudhu, lelaki yang sudah senja itu segera meraih peci kemudian melangkahkan kaki dengan semangat ke masjid yang tak jauh dari rumahnya.
***
Setiap hari Mbah Darman memberi makan dan minum ayamnya secara rutin. Lelaki itu sangat sayang sekali dengan jago hitam itu. Sampai-sampai kadang saat Mbah Darman terjaga di malam hari untuk menunaikan salat malam pun tak lupa mampir, sekadar mengecek keberadaan ayam miliknya itu. Hingga suatu malam pria bersarung motif kotak yang sudah usang dengan baju kemeja lengan pendek itu mendengar suara dari arah kandang ayamnya. Langkahnya sedikit memelan, menuju kandang yang terbuat dari besi itu.

“Hei! Siapa itu?” seru Mbah Darman sembari menyenter ke arah kurungan ayamnya. Tampak seorang yang berpakaian serba hitam itu lari, menjauh dari rumah Mbah Darman.

Dengan sekuat tenaga yang dimiliki, Mbah Darman mengejar pencuri yang hampir membawa kabur ayam kesayangannya itu. Untung saja ayam jago itu masih berada di tempatnya. Napas lelaki itu memburu. Dia berusaha meraup sebanyak mungkin oksigen di sekitarnya dengan posisi kedua tangan berada di lutut sembari membungkuk.

“Untung saja si jago masih berada di sini. Kalau tidak. aku akan sangat kesepian,” ucap Mbah Darman.

Tak terasa butiran bening dari sudut netra Mbah Darman mendesak keluar. Beberapa tetes telah membasahi pipi keriputnya. Dia pun segera menyekanya. Bukan hanya karena ayam kesayangannya yang sukses meruntuhkan pertahanan lelaki tua itu, melainkan tiba-tiba bayangan istrinya menyapanya. Rasa rindunya muncul kembali. Sebab itulah, Mbah Darman membeli si jago hitam supaya bisa menghibur hatinya dari rasa kesepian yang menderanya.
***
Sudah tiga hari ini si jago milik Mbah Darman lesu, tak mau makan. Makanan yang sudah disiapkan oleh pemiliknya tak disentuh. Tubuhnya tampak lemas. Hal itu membuat si empunya bertanya-tanya.
“Kamu kenapa? Kok, enggak mau makan?” Mbah Darman bermonolog seraya membersihkan kandang ayam itu.

Berbagai macam cara sudah dilakukan lelaki itu supaya ayamnya pulih seperti sedia kala. Akan tetapi, hasilnya nihil. Mbah Darman semakin pusing oleh binatang kesayangannya itu.

Hingga suatu saat lelaki tua hendak ke pasar sekadar untuk membeli beberapa sayur untuk dimasak nanti. Ia sangat lihai dalam hal memasak. Bukan tanpa alasan. Memasak dapat membuat Mbah Darman mengirit pengeluarannya dengan uang yang pas-pasan. Maka dari itu, terpaksa Mbah Darman masak sendiri yang menyebabkannya kini ahli dalam mengolah beberapa bahan makanan.

Seperti biasa lelaki itu ke pasar dengan sepeda yang sudah berusia puluhan tahun itu. Mbah Darman memarkirkan di penitipan kendaraan dekat pasar. Tampak jelas di sana hanya sepeda lelaki yang sudah senja itu yang tertua usianya. Yang lainnya masih kelihatan bagus-bagus semua. Hal itu tak dihiraukan sama sekali oleh pria yang sudah dipenuhi uban kepalanya.

Seusai menitipkan sepeda, Mbah Darman berjalan menyusuri pasar mencari apa yang hendak dibeli tadi dari rumah. Namun, ada satu pemandangan yang mengalihkan perhatiannya, penjual ayam. Di sana ada ayam betina yang menurutnya cantik. Warnanya putih. Cocok sekali dengan ayam jago di rumahnya kalau dipadukan. Hitam dan putih. Ia pun mampir ke penjual ayam tersebut. Layaknya pembeli yang lain, Mbah Darman pun melakukan proses penawaran harga ayam betina itu.

Akhirnya ayam betina yang menjadi incaran Mbah Darman beralih ke tangan dengan harga yang miring dan sesuai isi kantung pria tua itu. Hatinya senang sekali. Perkiraannya ayam jago hitam yang di rumah akan bersemangat jika ada pasangannya.

“Nih, aku bawain teman sekaligus pasangan untukmu jagoku,” katanya sembari memasukkan ayam betina putih ke dalam kandang yang dihuni seekor ayam.

Keajaiban pun benar terjadi. Si jago tampak kembali segar. Selain itu, dia pun seperti berusaha menarik hati si betina yang baru ditemuinya hari ini. Sementara itu, Mbah Darman pun ikut mengulas senyum sempurna. Si jago berwarna hitam itu layaknya dirinya yang merindu pada sang istri.
***
Riau, 30 Desember 2021.

ilustrasi: handoko aji-wp.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan